31 Oktober 2011

PROFIL KELAPA SAWIT

by PUTRA SIAK  |  in Lingkup Pertanian at  Senin, Oktober 31, 2011

Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911.

Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Palmaceae
Sub keluarga : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Varietas unggul hasil persilangan antara lain: Dura Deli Marihat (keturunan 434B x 34C; 425B x 435B; 34C x 43C), Dura Deli D. Sinumbah, Pabatu, Bah Jambi, Tinjowan, D. Ilir (keturunan 533 x 533; 544 x 571), Dura Dumpy Pabatu, Dura Deli G. Bayu dan G Malayu (berasal dari Kebun Seleksi G. Bayu dan G. Melayu), Pisifera D. Sinumbah dan Bah Jambi (berasal dari Yangambi), Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun), Pisifera SP 540T (berasal dari Kongo dan ditanam di Sei Pancur).


Beberapa ciri yang dapat digunakan untuk menandai kecambah yang dikategorikan baik dan layak untuk ditanam antara lain sebagai berikut:
• Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan
• Ukuran radikula lebih panjang daripada plumula
• Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah
• Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3 cm.

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah). Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan DXP Simalungun DXP Langkat DXP Bah Jambi DXP Dlk sinumbah DXP Lame DXP SP 1 DXP Yangambi DXP Marihat DXP Avros DXP SP 1.
Spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang langsung berkaitan dengan standar mutu minyak sawit seperti di bawah ini :

• Free Fatty Acid (FFA)
(As Palmitic)
• Moisture % impurities (M&I)
• Peroxide value
• Iodine value
• DOBI
• Melting Point
• Cloud Point
• M.Pt (AOCS Cc3-25)
• Colour (5 1/4" Lovibond Cell)
• Saponifiable Matter
• Dirt
• Fibre
• Profat


Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini :

• Crude Palm Oil
• Crude Palm Stearin
• RBD Palm Oil
• RBD Olein
• RBD Stearin
• Palm Kernel Oil
• Palm Kernel Fatty Acid
• Palm Kernel
• Palm Kernel Expeller (PKE)
• Palm Cooking Oil
• Refined Palm Oil (RPO)
• Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
• Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
• Palm Kernel Pellet
• Palm Kernel Shell Charcoal


Selain standar mutu sesuai dengan standar Dirjen Perkebunan berikut kualitas CPO yang baik: (sesuai Standar Produksi SP 10-1975)
a) kadar minyak minimum 48 % cara pengujian AP-SMP-13-1975
b) kadar air maksimum 8,5 % cara pengujian SP-SMP-7-1975
c) kontaminasi maksimum 4 % cara pengujian SP-SMP-31-1975
d) kadar inti pecah maksimum 15 % cara pengujian SP-SMP-31-1975.



1. SYARAT PERTUMBUHAN
a. Iklim
Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-28°C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
b. Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.

a. Pembibitan
Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai paling lambat satu tahun sebelum penanaman di lapangan. Standar yang biasa dilakukan, kapasitas pembibitan 1 ha kelapa sawit dapat menyediakan bibit tanaman untuk kebun seluas 71 ha. Lokasi pembibitan harus mendapat perhatian, terutama hal-hal sebagai berikut:
• dekat dengan sumber air
• bebas genangan air atau banjir
• dekat dari pengawasan, mudah dikunjungi
• tidak jauh dari areal yang akan ditanami
• tidak terlalu jauh dengan sumber tanah (top soil) untuk mengisi polybag.




Untuk memperoleh bibit yang berasal dari biji dapat dilakukan dengan mengusahakan sendiri atau memesan ke produsen resmi bibit kelapa sawit yang telah ditunjuk pemerintah. Kegiatan mengusahakan bibit kelapa sawit dimulai dengan melakukan seleksi biji, mengecambahkan, menyemai, dan membibitkannya.
1. Persemaian
Persemaian bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang merata sebelum dipindahkan ke pembibitan. Medium persemaian biasanya dipilih pasir atau tanah berpasir. Persemaian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dalam bentuk bedengan atau polibag. Berikut langkah-langkah persemaian:
1. Kecambah dimasukkan polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak.
2. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm.
3. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan.
4. Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40x50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak.
5. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan POC NASA 5 ml atau 0,5 tutup per liter air.
6. Polibag diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak 90x90 cm.
Dalam proses pembibitan juga perlu dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan pada proses pembibitan antara lain sbb :
a. Penyiraman dilakukan dua kali sehari kecuali jika ada hujan 7 - 8 mm.
b. Gulma dibuang/dicabut atau disemprot dengan herbisida setiap 3 bulan. Penyiangan dilakukan 2 - 3 kali dalam sebulan.
c. Bibit yang buruk harus dibuang.




Pemupukan dilakukan beberapa kali selama masa pembibitan, selengkapnya seperti terlihat pada table di bawah ini:
Umur dan Jenis Pupuk yang Digunakan Pada Persemaian
Pupuk Dosis/Periode Umur
Urea 0,2 % 3 - 4 lt/100 bibit 4 - 5 minggu

Urea 0,2 % 4 - 5lt/100 bibit 6 - 7 minggu

Rustica 15.15.6.4 1 gr/bibit 8 - 16 minggu

Rustica 12.12.17.2 1 gr/bibit 8 - 16 minggu

Sumber: Seri AgriBisnis, Kelapa Sawit, Budidaya dan Pengolahannya, Penerbit Penebar Swadaya.

2. Sistem Pembibitan
Pada dasarnya dikenal dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan ganda (double stage system) dan sistem pembibitan tunggal (single stage system). Pada penerapan sistem tahap ganda, penanaman bibit dilakukan sebanyak dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan pendahuluan, yaitu kecambah ditanam dengan menggunakan plastik polibag kecil sampai bibit berumur 3 bulan, kemudian tahap kedua bibit tersebut ditanam ke pembibitan utama yang menggunakan plastik polibag besar selama 9 bulan. Pada sistem pembibitan tahap tunggal, bibit langsung di tanam di dalam plastik polibag besar hingga berumur 12 bulan tanpa harus ditanam di dalam plastik polibag kecil. Pada prinsipnya sistem manapun yang dipilih tujuannya sama, yaitu untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan kemampuan adaptasinya yang besar sehingga faktor kematian bibit di pembibitan dan setelah dilapangan dapat ditekan.
Pekerjaan yang dilakukan pada pembibitan ini meliputi:
a. Pembuatan pembibitan awal (0 – 3 bulan), meliputi pekerjaan : persiapan lahan dan perataan lahan, pengadaan alat dan bahan, pembuatan naungan, pembuatan jaringan irigasi dan penanaman.
b. Pembuatan pembibitan utama (3 – 9 bulan), meliputi pekerjaan : persiapan lahan dan perataan lahan, pengadaan alat dan bahan, pemindahan tanaman dari plastik kecil ke plastic besar, pengaturan jarak, dll.
c. Pemeliharaan tanaman meliputi : pemupukan, penyiraman, pengendalian hama penyakit, penyiangan gulma, dan seleksi bibit.

b. Pembukaan Lahan dan Penyiapan Lahan
Perkebunan kelapa sawit dapat dibangun di daerah bekas hutan, daerah bekas alang-alang, atau bekas perkebunan. Daerah-daerah tersebut memiliki topografi yang berbeda-beda. Namun, yang perlu diperhatikan dalam pemukaan areal perkebunan adalah tetap terjaganya lapisan olah tanah. Selain itu, harus memperhatikan urutan pekerjaan, alat, dan teknik pelaksanaannya. Sebelum melakukan pembukaan lahan terlebih dahulu dilakukan identifikasi vegetasi yang ada pada lahan tersebut. Dari data yang ada maka dapat ditentukan apakah pembukaan lahan dilakukan secara manual, manual – mekanis atau secara mekanis saja. Pembukaan areal perkebunan kelapa sawit pada daerah alang-alang dapat dilakukan dengan cara mekanis dan khemis, secara mekanis dilakukan dengan cara membajak dan menggaru, secara khemis dilakukan dengan menyemprot alang-alang dengan racun antara lain Dalapon atau Glyphospate. Pembukaan kelapa sawit juga bisa dengan cara konversi yaitu membuka areal perkebunan dari bekas perkebunan lain. Metode pembukaan lahan yang sebaiknya dilakukan adalah pembukaan lahan tanpa bakar, karena dengan cara membakar hutan dilarang oleh pemerintah dengan dikeluarkannya SK Dirjen Perkebunan No. 38 tahun 1995, tentang pelarangan membakar hutan. Selain itu alas an menggunakan metode ini adalah:
• mempertahankan kesuburan tanah,
• menjamin pengembalian unsur hara,
• mencegah erosi permukaan tanah, dan
• membantu pelestarian lingkungan.





Tahapan untuk pembukaan lahan adalah sebagai berikut : membabat rintisan, mengimas, menebang, merancek, membuat pancang kepala dan membersihkan jalur. Sedangkan tahapan untuk penyiapan lahan adalah : pembuatan teras dan pembuatan benteng (tanggul) sinambung dan rorak. Pembuatan saluran drainase, penanaman tanaman penutup tanah (cover crop), dan pembuatan jalan transportasi.

c. Penanaman
Penanaman di lapangan sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan atau pada bulan Oktober sampai Februari. Tahapan pekerjaan penanaman adalah sebagai berikut:
1.Pembuatan Lubang Tanam
Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Pembuatan lubang tanam lebih satu minggu akan memungkinkan tertimbunnya kembali sebagian lubang yang sudah digali dengan tanah yang berada di sekitar galian lubang itu sendiri. Hal ini dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja penanaman bibit, karena tenaga kerja harus mengulang kembali penggalian lubang yang telah tertimbun. Begitu pula sebaliknya, penggalian lubang tanam yang terlalu cepat atau kurang dari satu minggu juga tidak dianjurkan karena semakin kecil persiapan untuk mengontol kebenaran ukuran dan posisi lubang. Pembuatan lubang tanam berbeda untuk tanah mineral dan tanah gambut.

2. Umur dan Tinggi Bibit
Bibit tanaman terlebih dahulu diseleksi sebelum dipindahkan terutama dari segi umur dan tinggi bibit. Penyeleksian bibit dimaksudkan agar bibit yang akan ditanam merupakan bibit yang tahan terhadap hama dan penyakit, serta memiliki produktivitas yang tinggi. Umur bibit yang akan ditanam di lapangan tidak sama di semua tempat. Hal ini disebabkan oleh iklim yang mempengaruhinya. Pemindahan bibit pada umur yang tidak tepat dapat menyebabkan kematian. Bibit dengan umur 12 - 14 bulan adalah yang terbaik untuk dipindahkan. Bibit yang berumur kurang dari 6 bulan tidak tahan terhadap hama dan penyakit. Sebaliknya, jika melebihi akan menambah biaya penanaman dan waktu tanam. Walaupun umurnya sama, tinggi bibit di pembibitan tidak seragam. Tinggi bibit yang dianjurkan berkisar 70 - 180 cm. Bibit yang tingginya kurang dari ukuran yang dianjurkan akan menurunkan produksi, sedangkan yang terlalu tinggi, produksinya tidak lebih tinggi dibandingkan tanaman yang berasal dari bibit yang
dianjurkan.

d. Susunan dan Jarak Tanam
Pembibitan dengan sistem kantong plastik mempermudah pada saat bibit akan dipindahkan. Pembibitan sistem lapangan, pemindahan bibitnya dilakukan dengan cara putaran atau cabutan. Dengan cara putaran, bibit yang akan dipindahkan harus beserta tanahnya. Caranya dengan menggunakan sekop yang tajam. Dalam jarak kira-kira 15 cm dari bibit, sekop ditekankan ke tanah sehingga sebagaian akar terputus. Dalam waktu 2 minggu bibit dibiarkan dan diamati pertumbuhannya. Pada bibit yang masih segar, pemotongan akar yang kedua dapat dilakukan 4 minggu sebelum ditanam dan bibit dapat diputar. Bibit putaran sebaiknya dibungkus dengan kulit batang pisang kering, daun kelapa, atau pembungkus lain. Pembungkusan bertujuan untuk mencegah pecahnya tanah dan mempermudah pengangkutan.
e. Waktu Tanam
Penanaman pada awal musim hujan adalah yang paling tepat karena persediaan air sangat berperan dalam menjaga pertumbuhan bibit tanaman yang baru dipindahkan. Penanaman yang dilakukan pada musim kemarau dapat menyebabkan kematian dan memerlukan biaya yang lebih karena perlu persediaan air. Minimum 10 hari setelah penanaman diharapkan dapat turun hujan secara berturut-turut. Di Indonesia, saat terbaik untuk melakukan penanaman adalah pada
bulan Oktober atau November.





f. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Ketika tajuk belum saling menutup, kelapa sawit dapat ditumpangsari dengan segala jenis tanaman pangan/buah-buahan seperti nenas, tapi bila tajuk telah menutupi maka pola tanamnya monokultur.

2. Pembuatan Lubang Tanam
Pengajiran dilakukan untuk menentukan tempat-tempat yang akan dibuat lubang tanam. Ajir dipasang pada jarak 9 x 9 x 9 m dalam pola segi tiga. Lubang tanam dibaut beberapa hari sebelum tanam dengan ukuran 50 x 40 cm sedalam 40 cm.

3. Cara Penanaman
Kelapa sawit ditanam pada awal musim hujan, atau setelah turun hujan dengan teratur.
a. Lubang tanam dipupuk dengan pupuk fostat Agrophos 250g/lubang.
b. Lepaskan plastik polybag dan masukkan bibit.
c. Taburkan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama + 1 minggu di sekitar perakaran tanaman.
d. Timbun bibit dengan galian atas tanah, padatkan.
e. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis ± 5-10 ml/ liter air setiap pohon atau semprot (dosis 3-4 tutup/tangki).
f. Beri mulsa disekitar batang.
g. Pemeliharaan Tanaman
3.3.1. Penyulaman dan Penjarangan
Tanaman mati disulam dengan bibit berumur 10-14 bulan. Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada persaingan sinar matahari.
3.3.2. Penyiangan
Tanah di sekitar pohon harus bersih dari gulma.
3.3.3. Pemupukan
Anjuran pemupukan sebagai berikut :
• Pupuk Makro

Urea 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
225 kg/ha
1000 kg/ha

TSP 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2. Bulan ke 48 & 60
115 kg/ha
750 kg/ha

MOP/KCl 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
200 kg/ha
1200 kg/ha

Kieserite 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
75 kg/ha
600 kg/ha

Borax 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
20 kg/ha
40 kg/ha

NB. : Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September – Oktober) dan kedua di akhir musim hujan (Maret- April).





• POC NASA
a. Dosis POC NASA mulai awal tanam :
0-36 bln 2-3 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 4 - 5 bulan sekali
>36 bln 3-4 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 3 – 4 bulan sekali
b. Dosis POC NASA pada tanaman yang sudah produksi tetapi tidak dari awal memakai POC NASA
Tahap 1 : Aplikasikan 3 - 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Tahap 2 : Aplikasikan setiap 3-4 bulan sekali. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Catatan: Akan Lebih baik pemberian diselingi/ditambah SUPER NASA 1-2 kali/tahun dengan dosis 1 botol untuk + 200 tanaman.

3.3.4. Pemangkasan Daun
Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan pasir
Membuang daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.

b. Pemangkasan produksi
Memotong daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen umur 20-28 bulan.


c. Pemangkasan pemeliharaan
Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai.

3.3.5. Kastrasi Bunga
Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.
3.3.6. Penyerbukan Buatan
Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.
a. Penyerbukan oleh manusia
Dilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir
Cara penyerbukan:
1. Bak seludang bunga.
2. Campurkan serbuk sari dengan talk murni ( 1:2 ). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium, semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.
b. Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti(minyak inti) meningkat sampai 30%.
3.4. Hama dan Penyakit
3.4.1. Hama
a. Hama Tungau. Penyebab: tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona atau Natural BVR.
b. Ulat Setora. Penyebab: Setora nitens. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.

3.4.2. Penyakit

a. Root Blast Penyebab: Rhizoctonia lamellifera dan Phythium Sp. Bagian diserang akar. Gejala: bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian: pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO.
b. Garis Kuning Penyebab: Fusarium oxysporum. Bagian diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.
c. Dry Basal Rot Penyebab: Ceratocyctis paradoxa. Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki .

h. Panen dan Produksi
1. Umur panen
Kelapa sawit berbuah setelah berumur 2,5 tahun dan buahnya masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Kelapa sawit dapat dipanen jika tanaman berumur 31 bulan, sedikitnya 60 % buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Satu tandan beratnya berkisar 10 kg lebih.

2. Cara Panen
a. Tandan matang dipanen semuanya dengan kriteria 25 - 75 % buah luar memberondol atau kurang matang dengan 12,5 - 25 % buah luar memberondol.
b. Potong pelepah daun yang menyangga buah.
c. Tandan dipotong.
d. Bertanda di bekas potongan dengan nama atau tanggal panen.
e. Tumpuk pelepah daun yang dipotong secara teratur di gawangan dengan cara ditelungkupkan.

3. Periode panen.

Panen dilakukan 5 hari dalam seminggu, 2 hari untuk pemeliharaan alat. Tingkat produksi dipengaruhi kualitas tanaman, kesuburan tanah, keadaan iklim, umur tanaman, pemeliharaan tanaman dan serangan hama - penyakit.





Contoh kapasitas produksi kelapa sawit jenis dura:
1. Umur tanaman 4 tahun hasil minyak = 500 kg/ha, hasil inti = 100 kg/ha
2. Umur tanaman 6 tahun hasil minyak = 1.000 kg/ha, hasil inti = 200 kg/ha
3. Umur tanaman 8 tahun hasil minyak = 1.600 kg/ha, hasil inti = 320 kg/ha
4. Umur tanaman 10 tahun hasil minyak= 2000 kg/ha, hasil inti = 400 kg/ha
5. Umur tanaman 12 tahun hasil minyak = 2250 kg/ha, hasil inti = 450 kg/ha.
Pada dasarnya, ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut:
1. Pengangkutan TBS ke Pabrik
2. Perebusan TBS
3. Perontokan dan Pelumatan Buah
4. Pemerasan atau Ekstraksi Minyak Sawit
5. Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit
6. Pengeringan dan Pemecahan Kulit
7. Pemisahan Inti Sawit dari Tempurung













PROSPEK KELAPA SAWIT
PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertum-buhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11.% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2002). Laju yang demikian pesat menandai era di mana kelapa sawit merupakan salah primadona pada sub-sektor perkebunan.
Pada lima tahun terakhir, ketika Indonesia mengalami krisis multi-dimensional dan tingkat persaingan pasar minyak nabati yang dihadapi CPO semakin ketat, laju pertumbuhan industri CPO mulai melambat. Sebagai ilustrasi, laju perluasan areal pada periode 1991-2001 hanya sekitar 9.62% per tahun. Makin melambatnya pertumbuhan tersebut juga diiringi oleh isu bahwa pasar kelapa sawit sudah mulai jenuh sehingga banyak investor yang mulai ragu-ragu untuk melakukan investasi pada bisnis kelapa sawit.
Benarkah investasi pada bisnis kelapa sawit sudah jenuh? Makalah ini akan mencoba melihat peluang investasi bisnis perkebunan pada masa mendatang. Peluang tersebut dilihat dari dua sisi yaitu sisi peremajaan atau rehabilitasi (regenerasi) dan sisi perluasan. Sisi peremajaan perlu mendapat perhatian karena kebun-kebun kelapa sawit yang dibangun pada tahun 1970-an secara teknis sudah layak untuk diremajakan. Pada sisi lain, beberapa hasil studi seperti oleh FAO (2001) menunjukkan bahwa bisnis kelapa sawit masih berpeluang untuk melakukan perluasan.
Sejalan dengan hal itu, organisasi tulisan ini disusun sebagai berikut. Setelah Pendahuluan, sekilas akan diuraikan perkembangan industri CPO Indonesia. Selanjutnya bahasan difokuskan pada peluang CPO di pasar internasional. Berdasarkan peluang tersebut, peluang investasi kelapa sawit didiskusikan pada bagian akhir tulisan ini.
Prospek CPO Di Pasar Internasional
Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002) menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005 (Gambar 1). Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.

Peningkatan yang signifikan terutama akan terjadi pada nega¬ra yang sedang berkembang seperti di Cina, Pakistan, dan juga Indonesia. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan konsumsi dengan laju sekitar 4%-6% per tahun. Konsumsi CPO di Cina dan Pakistan diproyeksikan juga akan tumbuh dengan laju sekitar 4-6% per tahun (Susila 2001).
Sejalan dengan peluang peningkatan konsumsi yang masih terbuka, FAO (2001) menyebutkan bahwa peluang peningkatan produksi sampai dengan 2005 mendatang masih terbuka dengan laju sekitar 4-5% per tahun (Gambar 2). Produksi CPO dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 27.68 juta ton.

Produksi CPO dunia pada dekade mendatang masih akan didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Malaysia sebagai produsen utama akan mengalami peningkatan produksi dengan laju 2.8% per tahun. Indonesia diperkirakan masih akan mempunyai peluang untuk peningkatan produksi dengan laju antara 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO Indonesia pada tahun 2005 mencapai 10 juta ton (Susila, 2002)
Perdagangan (ekspor-impor) CPO dunia diproyeksikan akan meningkat dengan laju sekitar 3.8% per tahun untuk periode 2000-2005 (Gambar 3). Dengan perkembangan yang demikian, maka volume perdagangan pada tahun 2005 diproyeksikan sekitar 19.16 juta ton (FAO 2001).

Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasai pasar untuk negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman. Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU (1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta ton)
Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada shock dalam perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar internasional pada periode tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga tahun 2001 yang dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton. Di samping itu, mulai menurunnya stok pada periode menjelang 2005 juga mendukung perkiraan tersebut. Dengan argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005 diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US$ 350-450/ton (Susila dan Supriono 2001).
Peluang Pasar Indonesia
Secara umum, ada dua sumber permintaan (peluang pasar) untuk CPO Indonesia yaitu konsumsi domestik dan ekspor. Setelah sebelumnya meningkat dengan laju sekitar 8% per tahun, peluang konsumsi CPO di dalam negeri diperkirakan akan meningkat dengan laju antara 6% pada tahap awal dan menurun menjadi sekitar 4% pada akhir dekade mendatang. (Gambar 4). Untuk periode 2000-2005, konsumsi domestik diperkirakan meningkat dengan laju 5%-6% per tahun. Selanjutnya, untuk periode 2005-2010, laju peningkatan konsumsi diperkirakan adalah 3%-5% per tahun. Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka konsumsi domestik pada tahun 2005 dan 2010 masing-masing adalah 3.92 juta ton dan 4.58 juta ton.
Selain mengandalkan pasar domestik, pasar ekspor merupakan pasar utama CPO Indonesia. Ekspor CPO Indonesia pada dekade terakhir meningkat dengan laju antara 7-8% per tahun. Di samping dipengaruhi oleh harga di pasar internasional dan tingkat produksi, kinerja ekspor CPO Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, khususnya tingkat pajak ekspor.
Dengan asumsi tingkat pajak ekspor adalah masih di bawah 5%, maka ekspor CPO Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4-8% per tahun pada periode 2000-2010 (Gambar 5). Pada periode 2000-2005, ekspor akan tumbuh dengan laju 5%-8% per tahun sehingga volume ekspor pada periode tersebut sekitar 5.4 juta ton. Pada periode 2005-2010, volume ekspor meningkat dengan laju 4%-5% per tahun yang membuat volume ekspor menjadi 6.79 juta ton pada tahun 2010.

Peluang Investasi dari Perluasan Areal
Berdasarkan peluang pasar tersebut, maka peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan masih cukup terbuka. Secara teoritis, ada banyak skenario yang dapat dilakukan untuk memenuhi peluang pasar tersebut. Salah satu skenario peluang perluasan areal adalah pada periode 2003-2005 perluasan areal adalah antara 3.5% per tahun, sedangkan pada periode 2006-2010 adalah sekitar 2% per tahun.
Dengan asumsi tersebut, peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan sekitar 117000 ha per tahun pada periode 2003-2005 dan 70000 ha per tahun untuk periode 2006-2010. Untuk mewujudkan hal tersebut, dana investasi yang dibutuhkan adalah sekitar 1.7 triliun per tahun pada periode pertama dan sekitar 1.1 triliun per tahun pada periode kedua. Kebutuhan benih untuk mendukung hal tersebut berkisar antara 14.8 – 23.5 juta per tahun.
Tabel 1. Peluang Investasi Bisnis Kelapa Sawit 2003-2010
Aspek 2003-2005 2006-2010
Pertumbuhan Areal (% /tahun) 3.5 2.0
Perluasan areal (000 ha/th) 117 74
Jumlah Bibit (juta benih/th) 23.5 14.8
Nilai Investasi (Rp T/th) 1.7 1.1
Asumsi : 1 ha = 200 benih ;Investasi Rp 15 juta/ha
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Taher (2000), areal yang tersedia untuk perluasan areal mencapai 2.960 juta ha (Tabel 2) yang tersebar di 6 propinsi. Dengan demikian, lahan yang tersedia cukup memadai untuk me-manfaatkan peluang pasar. Namun demikian, potensi yang luas tersebut me-merlukan suatu pendekatan yang tepat untuk meminimisasi konflik lahan yang kini menjadi salah satu potret industri kelapa sawit Indonesia.
Tabel 2. Ketersediaan Lahan Untuk Perluasan Kelapa Sawit
Propinsi Luas (000 ha)
Jambi 50
Kalimantan Tengah 310
Kalimantan Timur 370
Sulawesi Selatan 130
Sulawesi Tengah 200
Papua Barat 2000
Total 2960
Peluang Investasi dari Peremajaan
Karena perkebunan kelapa sawit mulai berkembang pesat sejak tahun 1970-an, maka pada mulai awal dekade ini akan banyak tanaman yang potensial sudah perlu diremajakan. Dalam hal ini, tanaman yang potensial untuk diremajakan adalah tanaman yang sudah umurnya lebih dari 25 tahun. Dengan pendekatan ini, maka potensi peremajaan pada tahun 2003-2010 adalah seperti disajikan pada Gambar 6.


Secara umum, potensi peremajaan adalah berkisar antara 20000-50000 ha per tahun. Pada tahun 2003-2004, potensi areal untuk peremajaan adalah sekitar 20 ribu ha per tahun. Pada tahun 2005, potensi areal peremajaan meningkat menjadi sekitar 30 ribu ha. Potensi areal peremajaan meningkat cukup pesat pada tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing mencapai sekitar 50 ribu dan 37 ribu ha. Dengan demikian, kebutuhanan dana investasi berkisar antara Rp 300 – Rp 750 miliar per tahun, sedangkan benih yang dibutuhkan berkisar antara 4 - 10 juta benih per tahun.
Potensi areal yang potensial untuk diremajakan terutama berada di lima propinsi utama (Tabel 3). Potensi areal terluas untuk peremajaan berada di Sumatera Utara yang mempunyai pangsa sekitar 33.2% dari areal yang potensial untuk diremajakan. Pada propinsi tersebut, areal peremajaan berkisar antara 6644 ha sampai dengan 16609 ha per tahun. Propinsi Riau merupakan daerah potensial terbesar kedua dengan pangsa sekitar 25.7% atau dengan potensi antara 5144 ha – 12860 ha per tahun. Sumatera Selatan, kalimantan Barat, dan Aceh merupakan daerah yang juga cukup potensial dengan pangsa diatas 7% dari potensi peremajaan secara nasional.
Tabel 3. Potensi Peremajaan Kelapa Sawit di Beberapa Propinsi
Propinsi Pangsa (%) Areal Peremajaan (ha)
Sumatera Utara 33.2 6644 – 16609
Riau 25.7 5144 – 12860
Sumatera Selatan 12.6 2520 – 6300
Kalimantan Barat 10.4 2080 – 5200
Aceh 8.0 1600 – 4000
Lainnya 10.1 2013 – 5031
Jika kedua peluang investasi digabungkan, maka setiap tahunnya diperlukan pembangunan kebun (perluasan dan peremajaan) rata-rata sekitar 117 000 ha per tahun. Untuk itu, dana investasi yang diperlukan rata-rata sekitar 1.7 triliun per tahun. Dari segi benih, kebutuhan benih diperkirakan sekitar 23 juta benih per tahun, Dengan perhitungan tersebut, maka luas areal kelapa sawit pada tahun 2005 dan 2010 masing-masing adalah 3.744 juta ha dan 4.424 juta ha.
Jika hal tersebut dapat diwujudkan, potensi produksi berdasarkan kom-posisi tanaman berdasarkan umur (vintage tanaman) adalah seperti Gambar 7. Pada periode 2000-2005, laju peningkatan produksi diperkirakan sekitar 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 10.20 juta ton. Laju pertumbuhan produksi menurun pada periode 2005-2010 dengan laju sekitar 2.7% per tahun yang menyebabkan produksi CPO Indonesia men-capai 11.64 juta ton. Secara umum, peningkatan produksi untuk periode 2000-2010 adalah 5.1% per tahun. Pada tahun 2010, pangsa produksi perkebunan rakyat¸ PTPN, dan perkebunan besar swasta masing-masing menjadi 25.9%, 20.0%, dan 53.1%.

Setalah mengalami masa keemasan sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, bisnis kelapa sawit mengalami penurunan kinerja, khususnya dari aspek investasi. Berbagai faktor internal dan eksternal telah menimbulkan persepsi bahwa peluang investasi di bisnis tersebut mulai menurun. Namun demikian, peluang investasi sebenarnya masih cukup terbuka dengan deskripsi sebagai berikut:
* Pasar CPO di pasar internasional masih prospektif walau peluang peningkatan lebih kecil dari pada periode sebelumnya. Peluang pasar dari sisi konsumsi diperkirakan masih tumbuh sekitar 3.5%-4.5% per tahun, sedangkan dari segi perdagangan sekitar 3.8% per tahun.? Sampai dengan tahun 2010, peluang pasar untuk CPO Indonesia dari sisi konsumsi domestik diperkirakan tumbuh antara 4%-6% per tahun, sedangkan dari sisi ekspor adalah sekitar 5%-8% per tahun.
* Dengan peluang pasar tersebut, peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan berkisar antara 74000-117000 ha per tahun, dengan kebu-tuhan dana investasi berkisar antara 1.1-1.7 triliun per tahun. Kebutuhan benih untuk mendukung hal tersebut berkisar antara 14.8 – 23.5 juta benih per tahun.
* Dari sisi peremajaan, peluang invetasi adalah berkisar antara 20000-50000 ha per tahun dengan kebutuhan investasi berkisar antara Rp 300 – Rp 75 miliar per tahun. Benih yang dibutuhkan berkisar antara 4 - 10 juta benih per tahun.
Prospek Kelapa Sawit
a. Harga
Hingga tahun 2008, harga minyak sawit di pasar Rotterdan diperkirakan akan mengalami kenaikan walaupun secara riil akan mengalami sedikit penurunan karena adanya kenaikan inflasi. Pada tahun 2004, harga minyak sawit di Rotterdam sekitar US$ 0.56/kg dan pada tahun 2008 mencapai US$ 0.68/kg (Gambar 2). Kenaikan harga ini diperkirakan tidak terlepas dari berkembangnya pasar minyak sawit, terutama di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, minyak sawit masih mempunyai prospek kedepan.

b. Ekspor
Meskipun hingga tahun 2008 ekspor CPO Indonesia meningkat dengan laju 5.22% per tahun, Malaysia masih tetap unggul dibandingkan Indonesia. Ekspor Indonesia dan Malaysia pada tahun 2004 masing-masing 4.57 juta dan 5.6 juta ton menjadi 5.61 juta dan 8.78 juta ton pada tahun 2008. Dalam periode di tersebut, Indonesia akan menguasai 33.32%, sedangkan Malaysia menguasai 56.90% dari total ekspor dunia.
Pertumbuhan tersebut dapat dicapai jika Indonesia mengalami peningkatan produktivitas menjadi rata-rata sekitar 5.51 ton CPO/ha/tahun hingga tahun 2008. Dengan kondisi pertanaman yang ada, Indonesia masih memiliki kemungkinan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi.

c. Pengembangan Produk
Pengembangan produk kelapa sawit diperoleh dari produk utama, yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit, serta produk sampingan yang berasal dari limbah. Beberapa produk yang dihasilkan dari pengembangan minyak sawit diantaranya adalah minyak goreng, produk-produk oleokimia, seperti fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap, stearic acid, methyl ester, dan stearin. Perkembangan industri oleokimia dasar merangsang pertumbuhan industri barang
konsumen seperti deterjen, sabun, dan kosmetika. Sedangkan produk-produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah diantaranya adalah pupuk organik, kompos, dan kalium serta serat yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit, arang aktif dari tempurung buah, pulp kertas yang berasal dari batang dan tandan sawit, perabot dan papan partikel dari batang, dan pakan ternak dari batang pelepah, serta pupuk organik dari limbah cair dari proses produksi minyak sawit.

c. Potensi Kelapa Sawit
1. Kesesuaian dan ketersediaan lahan
Pengembangan tanaman kelapa sawit telah dilakukan secara luas di Indonesia baik di kawasan barat maupun di kawasan timur Indonesia. Potensi lahan yang tersedia untuk pengembangan kelapa sawit umumnya cukup bervariasi, yaitu lahan berpotensi tinggi, lahan berpotensi sedang, dan lahan yang berpotensi rendah.
Lahan berpotensi tinggi adalah lahan yang memiliki Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) untuk kelapa sawit tergolong sesuai (>75%) dan sesuai bersyarat (<25%). Lahan berpotensi sedang memiliki KKL tergolong sesuai (25-50%) dan sesuai bersyarat (50-75%), sementara lahanberpotensi rendah memiliki KKL tergolong sesuai bersyarat (50-75%) dan tidak sesuai (25-50%). Penyebaran areal yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit tersebut umumnya terdapat di propinsi NAD (454.468 ha), Sumatera Utara (285.652 ha), Sumatera Barat (47.796 ha), Riau (1.557.863 ha), Jambi (511.433 ha), Sumatera Selatan (1.350.275 ha), Kalimantan Barat (1.252.371 ha), Kalimantan Tengah (1.401.236 ha), Kalimantan Timur (2.830.015 ha), Kalimantan Selatan (965.544 ha), Irian Jaya (1.511.276 ha), dan Sulawesi Tengah (215.728 ha).
Pada saat ini areal berpotensi tinggi sudah terbatas ketersediaannya, dan areal yang masih cukup tersedia dan berpeluang untuk dikembangkan adalah yang berpotensi sedang – rendah. Areal berpotensi rendah – sedang tersebut memiliki faktor pembatas untuk pengembangan kelapa sawit yang meliputi:
• Faktor iklim yaitu jumlah bulan kering yang berkisar 2-3 bulan/tahun yang menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata dalam setahun.
• Topografi areal yang berbukit-bergunung dengan kelerengan 25 – 40% (areal dengan kemiringan lereng di atas 40% tidak disarankan untuk pengembangan tanaman kelapa sawit).
• Kedalaman efektif tanah yang dangkal, terutama pada daerah dengan jenis tanah yang memiliki kandungan batuan yang tinggi dan kondisi drainase kurang baik.
• Lahan gambut.
• Drainase yang jelek pada dataran pasang surut, dataran aluvium, dan lahan gambut.
• Potensi tanah sulfat masam pada daerah dataran pasang surut.

2. Produktivitas
Produktivitas PBN, PR dan PBS hingga tahun 2008 ke depan masing-masing meningkat dari 4.79, 3.18 dan 3.21 ton CPO/ha/tahun tahun 2004 menjadi 5.23, 3.69 dan 3.28 ton CPO/ha/tahun. Artinya, produktivitas PR diproyeksikan akan mengalami peningkatann terbesar diikuti dengan PBN. Meskipun mengalami peningkatan, tingkat produktivitas ketiga jenis perkebunan di atas masih berada dibawah potensi produktivitas 8 ton CPO/ha/tahun, dan produktivitas yang dicapai perkebunan kelapa sawit Malaysia, yaitu antara 6-7 ton
CPO/ha/tahun.
Hal ini mengisyaratkan bahwa peluang untuk meningkatkan produktivitas kebun berbagai jenis pengusahaan masih ada, sehingga gerakan peningkatan produktivitas nasional harus menjadi tema penting dalam pengembangan kelapa sawit ke depan. Penggunaan bibit unggul dalam penanaman baru, dan peningkatan intensitas pemeliharaan menjadi kunci sukses program peningkatan produktivitas.

3. Pengembangan Industri
Produk-produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat luas dengan intensitas modal dan teknologi yang bervariasi. Produksi CPO Indonesia yang diolah di dalam negeri sebagian besar masih dalam bentuk produk antara seperti RBD palm oil, stearin dan olein, yang nilai tambahnya tidak begitu besar dan baru sebagian kecil yang diolah menjadi produk-produk oleokimia dengan nilai tambah yang cukup tinggi.

a. Industri Minyak Makan
Industri fraksinasi/rafinasi menghasilkan nilai tambah yang relatif kecil tetapi kapasitas terpasang industri ini sudah terlalu besar. Disisi lain, tahapan fraksinasi/rafinasi harus dilakukan dalam industri minyak makan. Nilai tambah yang diperoleh dari perdagangan eceran (retail) minyak makan cukup besar. Oleh karena itu pengembangan industri ini perlu diarahkan kepada usaha retail minyak makan baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri. Untuk itu dibutuhkan kebijakan pemerintah yang terpadu dalam pengembangan minyak goreng/makan (edible oil).

b. Industri Oleokimia
Industri oleokimia dasar masih relatif kecil padahal nilai tambahnya cukup besar. Penggunaan minyak/lemak dalam industri oleokimia dunia hanya sekitar 6% dari total produksi minyak/lemak dunia. Namun, industri oleokimia berkembang dengan sangat pesat terutama di Malaysia. Produksi oleokimia dasar dalam 1970-1995 meningkat dari 2,5 juta ton menjadi 5 juta ton dan diperkirakan menjadi 6 juta ton pada 2000. Produksi Malaysia pada tahun 1995 adalah 1,792 juta ton sedangkan Indonesia baru 652 ribu ton/tahun. Segmen pasar oleokimia akan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi oleokimia dan kesadaran masyarakat akan lingkungan serta semakin langkanya petrokimia. Teknologi untuk membuat berbagai produk oleokimia sudah ditemukan tetapi belum layak dikembangkan karena belum adanya insentif untuk produk-produk yang ramah lingkungan.

d. Arah Pengembangan
Dengan potensi dan kemungkinan pengembangannya, maka pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan mengarah pada pengembangan kawasan industry masyarakat perkebunan melalui pemberdayaan di hulu, dan penguatan di hilir.
Pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan tidak terlepas dari:
• Pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis kelapa sawit,
• Mendorong pengembangan pasar modal yang memungkinkan petani sebagai pemegang saham perusahaan,
• Pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan,
• Pengembangan keseimbangan perdagangan domestik dan internasional,
• Pengembangan investasi kebun lengkap dengan pengolahan minyak sawit
• Mendorong pengembangan industri hilir kelapa sawit.

Dalam kaitan dengan pengembangan wilayah, pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan tetap berorientasi di sentra-sentra produksi kelapa sawit saat ini, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Pemerintah mentargetkan luas areal kelapa sawit dari tahun 2005 hingga 2010 secara berurutan 5,025,094 ha, 5,075,345 ha, 5,126,099 ha, 5,177,360 ha, 5,229,133 ha, dan 5,281,425 ha. Dengan kata lain, kenaikan luas areal tiap tahun dari tahun 2005 hingga tahun 2010 secara berurutan adalah 50,251 ha, 50,754 ha, 51,262 ha, 51,773 ha, dan 52,292 ha.
DAN SASARAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

Penawaran dan permintaan produk kelapa sawit
Berbagai jenis minyak nabati dan lemak yang ada di pasaran dunia mempunyai sifat yang dapat saling menggantikan (barang substitusi). Oleh karenanya, penawaran dan permintaan produk kelapa sawit harus dibicarakan dalam konteks ekonomi minyak nabati dan lemak dunia.
1. Permintaan dan konsumsi domestic
Kondisi konsumsi domestic yang tinggi merupakan salah satu factor pendorong untuk meningkatkan produktivitas. Konsumsi domestic MKS dan IKS terutama didorong permintaan turunan (derived demand) dari permintaan minyak goreng yang merupakan permintaan utama (primary demand) terhadap permintaan konsumen rumah tangga dan industry hilir.
Permintaan konsumsi minyak makan dunia terus meningkat karena dipengaruhi oleh pertambahan penduduk dan pertumbuhan GDP per kapita penduduk dunia yang juga semakin meningkat. Berdasarkan perkiraan jumlah penduduk Indonesia than 2004 (222,61 juta) dan tahun 1995 (225,31 juta) dengan masing-masing konsumsi minyak dan lemak nabati sebanyak 17,70 dan 18,20 kg perkapita/tahun maka kebutuhan minyak dan lemak nabati di dalam negeri pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 3,94 juta ton dan 4,10 juta ton. Kebutuhan minyak goreng ini sebenarnya dapat dipenuhi dari produksi minyak dan lemak nabati dalam negeri yang diolah dari bahan MKS serta 16 jenis minyak dan lemak nabati lainnya. Adapun produksi beberapa jenis minyak nabati dan lemak hewani dalam negeri disajikan dalam tabel 1.
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kebutuhan minyak goreng dalam negeri dapat dipenuhi dari pasokan MKS serta minyak nabti dan lemak hewani dalam negeri. Namun, adanya peningkatan kontribusi MKS terhadap produksi minyak goreng dunia akan menyebabkan peningkatan permintaan MKS di pasar internasional. Menurut hasil survei, meningkatnya penggunaan minyak goreng eks-MKS- karena memiliki keunggulan teknis dari minyak kelapa yaitu kecenderungan berasap yang lebih rendah, mempunyai sifat pembakaran yang lebih baik untuk kue dan roti, serta menyebabkan tingkat perkaratan pada kuali yang lebih rendah. Satu-satunya kelemahan minyak goreng eks-MKS yaitu minyak cenderung cepat berbau. Namun, hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan tambahan makanan (BTM) kedalam produk yang telah diolah.
Konsumsi minyak goreng sebagai sumber kalori bangsa Indonesia baru mencapai sekitar 18%. Padahal, jumlah ideal yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan pangan yang dipolakan dalam pola pangan harapan (PPH) sekitar 20-30%. Berdasarkan kondisi ini, permintaan minyak goreng eks-MKS untuk kebutuhan ekspor maupun dalam negeri diperkirakan akan terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan industrri hilir pengolahan MKS dalam negeri pada tahun 2004 saja diperlukan lebih kurang 12,17 jta ton MKS (liat tabel 2). Dari tabel 2 dapat diartikan bahwa jika seluruh industri hilir beroperasi dengan kapasitas penuh, permintaan MKS dalam negeri hampir setara dengan produksi MKS Indonesia pada tahun 2005 yaitu, 12,80 juta ton. Dengan demikian, upaya peningkatan produksi MKS didalam negeri harus terus dipacu untuk memenuhi kebutuhan industri hilir. Jika tidak terpenuhi, terpaksa harus membuka keran import MKS dari luar negeri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume permintaan MKS di pasar domestik dan dunia sebagai berikut .
a) Pertambahan penduduk dan pertumbuhan gross domestic product (GDP)
b) Kepentingan politik masing-masing negara
c) Letak geografis suatu negara dan biaya transportasi MKS ke negara tersebut
d) Akses informasi
e) Tingkat substitusi produk

a. Pertambahan penduduk dan peningkatan GDP
Menurut proyeksi Oli World , pertambahan penduduk pada kurun waktu 2000-2005 sebesar 1,06 % per tahun, sedangkan GDP dunia akan tumbuh dengan rata-rata 5,91% per tahun. Peningkatan GDP akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi minyak dan lemak nabati dunia pada tahun 2005 menjadi 20,97 kg. Dengan demikian, pertumbuhan konsumsi minyak dan lemak nabati dunia meningkat dengan rata-rata 2,05% per tahun serta konsumsi total minyak dan lemak nabati dunia pada tahun 2005 menjadi 135,39 juta ton.

Peningkatan konsumsi minya nabati dan lemak hewani dunia akan meningkatkan permintaan MKS. Konsumsi MKS/kapita/tahun (2000-2005) tumbuh rata-rata 7,83% per tahun sehingga meningkatkan konsumsi MKS/kapita dunia dari 3,57 kg pada tahun 2000 menjadi 4,94 kg pada tahun 2005 akan mencapai 31,86 juta ton dan pangsa pasar MKS dunia terhadap minyak nabati dan lemak hewani dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 23,53%.
Pengaruh pertambahan penduduk dan peningkatan GDP terhadap konsumsi MKS disajikan pada gambar 3.
b. Kepentingan politik masing-masing negara
Negara konsumen MKS yang sekaligus juga merupakan produsen MKS atau produk substitusi minyak nabati dan lemak hewan lainnya mempunyai kepentingan politik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rakyat dan melindungi produk dalam negeri. Banyak kebijakan dan tindakan yang dilakukan secara transparan maupun sembunyi-sembunyi untuk kepentingan negara tersebut.
Kepentingan polotik negara-negara tersebut tercermin dari adanya beberapa perlakuan yang merupakan praktik perdagangan dengan halangan maupun nontarif. Adapun kepentingan politik masing-masing negara sebagai berikut:
• Negara-negara Eropa (UE 25) melakukan subsidi bagi produk minyak canola dalam negeri dan kampanye negatif terhadap MKS-perusahaan hutan hujan tropis, kepunahan orang hutan, dan lain-lain.
• India dan Cina menetapkan bea masuk yang tinggi untuk melindungi produk minyak nabati dalam negeri.
• Adanya kampanye anti-MKS yang dilakukan oleh American Soybean Association (ASA) yang menjurus pada tindakan diskriminatif dan penyebaran informasi yang menyesatkan.
Kesepakatan putaran Urugay yang membidani terbentuknya World Trade Organization (WTO) sebagai badan tertinggi yang mengurus liberalisasi pasr dunia pasca GTT menghendaki adanya perdagangan bebas bagi produk pertanian dan produk olahannya dengan menghapuskan praktek proteksinya.
Kesepakatan pembentukana WTO untuk melakukan liberalisasi pasar produk pertanian selalu sukar tercapai karena adanya perbedaan kepentingan dan fase-fase pembangunan di negara-negara berkembang, bahkan di negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan Perancis. Komoditi pertanian secara makro sangat rentan dan bernilai politisi tinggi sehingga kestabilan suatu pemerintahan di negara berkembang sangat dipengaruhi oleh harga bahan pangan. Sebaliknya, di negara industri maju seperti Jepang praktek pertanian biaya tinggi tetap dipertahankan untuk menghasilkan bahan makanan domestik dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pangan terhadap negara lain demi alasan ketahanan pangan nasional.
Kesepakatan tenggang waktu WTO untuk melakukan liberalisasi perdagangan bebas telah ditentukan, yaitu paling lambat pada tahun 2020. Peluang untuk memperbesar pangsa pasar bagi produk MKS dan hasil olahannya akan semakin terbuka karena harga pokok penjualan MKS yang lebih kompetitif dari minyak nabati lainnya, khususnya ke negara-negara yang selama ini telah melaksanakan praktek proteksi seperti di Eropa Barat, Amerika serikat, India dan Cina.
c. Letak geografis dan biaya transportasi
Letak geografis akan mempengaruhi biaya transportasi. Jarak yang jauh akan menyebabkan penambahan biaya pengiriman dan asuransi sehingga meningkatkan harga pokok penjualan. Biaya transportasi pada produk MKS dan MIKS dari Afrika akan lebih murah bila di kirim ke Eropa daripada dari Malaysia atau Indonesia.
Apabila harga pokok untuk menghasilkan MKS/MIKS diasi numsikan sama maka penambahan biaya transportasi yang lebih mahal dapat menurunkan volume permintaan pasar disuatu negara konsumen. Untuk menyiasati faktor biaya transportasi tersebut, produsen harus melakukan efesiensi kerja mulai dari lini bawah (kebun), lini tengah (pabrik), sampai lini akhir (pegiriman dan penyimpanan). Dengan demikian, harga pokok penjualan dapat ditekan dan tetap kompetitf bila dibandingkan dengan harga pokok penjualan negara produsen MKS lain yang letak geografisnya lebih dekat kenegara konsumen tersebut.
Konsep daerah pemasaran tradisional MKS untuk beberapa negara misalnya negara MEE merupakan pasar tradisional bagi indonesia, tidak memperlihatkan adanya keterkaitan bila ditinjau dari biaya transportasi. Namun, hal ini lebih merupakan “ikatan emosional” praktik perdagangan MKS yang telah dilakukan sejak zaman hindia belanda melalui pelabuhan Rotterdam sebagai pintu masuk ke negara MEE lainnya.
d. Akses informasi
Kondisi dunia yang semakin global dan kebebasan informasi karena kemajuan teknologi, kemudahan untuk mengakses pertukaran iformasi oleh produusen dan konsumen akan meningkatkan volume transaksi MKS dan IKS. Konsumen dengan cepat dapat mengetahui jumlah dan harga yang ditawarkan oleh produsen, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, kedua belah pihak dapat dengan cepat menyelesaikan transaksi. Adanya bursa komoditi berjangka merupakan salah satu contoh kemudahan akses informasi yang meningkatkan nilai kapitalisasi pasar. Bursa komoditi berjangka di Indonesia (jakarta) sebagai alternatif pelengkap bursa komoditi berjangka di malaysia (Kuala Lumpur) dan Chicago harus digalakkan karena posisi Indonesia sebagai pemasok MKs tersbesar kedua didunia harus diantisipasi sejak dini. Indeks MKS dan olien harus diposisikan sebagai komplemen dari MDEX (indeks bursa berjangka malaysia).
e. Tingkat subtitusi produk.
Tingkat subtitusi produk dapat mempengaruhi permintaan MKS dunia. Teknologi yang semakin maju melalui praktek bioteknologi telah semakin mengaburkan “batas-batas” antara produk minyak dan lemak nabati. Salah satu keunggulan ioteknologi yaitu kemampuannya untuk meningkatkan sifat tukar menukar (interchangeable, subtitusi) bahan mentah untuk menghasilkan produk akhir yang kurang lebih bersifat sama. Pada kondisi ini, produk-produk perkebunan, seperti MKS/MIKS, biji coklat, dan lain-lain, tidak lagi menjadi bahan mentah pada industri pada masa sekarang yaitu, senyawa-senyawa yang dulunya ada didalam produk tersebut seperti minyak ,lemak,protein dan pati.
Interchangeable produk berarti juga interchangeable produsen. Pemakai (user) bahan mentah mempunyai lebih banyak pilihan sesuai dengan harga pasar dunia, kekuatan teknologi yang dimiliki,serta keadaan politik dinegara produsen komoditi.
Kecenderungan pertumbuhan produksi MKS dan MIKS menunjukan penambahan pangsa pasar dari 19,12 % pada tahun 2000 menjadi 23,53 % pada tahun 2005 (naik 4,41 %). Sementara totalitas minyak kedelai, minyak nabati lainnya, serta 4 jenis lemak hewani menurun 4,29 %. Dengan demikian, minyak sawit secara progesif telah memakan pangsa pasar minyak nabati dan lemak dunia pada periode 2000-2005. Peningkatan pangsa pasar yang spektakuler tersebut terutama disebabkan oleh struktur biaya pokok penjualan minyak sawit yang lebih rendah dari pada harga minyak nabati dan lemak hewani sebagai kompetitornya.
Negara konsemen minyak sawit berjumlah lebih dari 133 negara didunia dengan konsumen terbesar berada di eropa dan asia. Secara fokus, aktivitas pemasaran MKS/MIKS indonesia sebaiknya diarahkan pada negara-negara asia pasifik yang meliputi hampir setengah penduduk dunia dengan rata-rata pertumbuhan GDP tertenggi didunia pada kondisi beberapa tahun terakhir ini. Selain itu, pengalihan sebagian ekspor dari pasar tradisional (Eropa) ke asia pasifik merupakan antisipasi terhadap jenuhnya pasar karena konsumsi minyak perkapita di eropa sudah sangat tinggi, sedangkan laju pertambahan penduduk dan GDP nya relatif menurun.
2. Penawaran dan produksi
Konsumsi domestik yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mendorong peningkatan produktifitas. Dalam kasus minyak sawit, indonesia merupakan negara produsen kedua terbesar di dunia, sekaligus sebagai negara terbesar didunia. Pada tahun 2005 konsumsi MKS indonesia sebesar 3,44 juta ton atau 10,8 % dari konsumsi MKS dunia. Dengan demikian 27,32 % dari produksi indonesia dikonsumsi sendiri.
Keseimbangan penawaran dan permintaan MKS indonesia menunjukan peran indonesia yang semakin dominan sebagai negara yang mempengaruhi pola penawaran dan permintaan MKS dunia. Dari produksi MKS dunia tahun 2005 sebesar 32,5 juta ton, indonesia merupakan negara produsen nomor dua dengan produksi 12,6 juta ton (38,77% pangsa pasar ). Pada tahun 2008, indonesia diproyeksikan menjadi negara penghasil MKS terbesar melampaui produksi malaysia. Hal ini dinilai wajar bila memperhatikan laju pertumbuhan areal baru tanaman kelapa sawit yang diprioritaskan oleh pemerintah.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan produksi minyak sawit dalam memenuhi permintaan konsumsi dunia yaitu 1) iklim, 2) luas lahan yang tersedia, 3) Ketersedian tenaga kerja, 4) Dukungan masing-masing negara, 5) Gerakan para pemerhati lingkungan, dan 6) pendaan investasi.
a. Iklim
Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumya, luas dan penyebaran geografis areal kelapa sawit terkonsentrasi pada daerah tropis sepanjang garis katulistiwa. Dengan demikian, produksi perkebunan berupa MKS/MIKS akan terbatas pada daerah yang memiliki iklim tropis sehingga daerah surplus akan terkonsentrasi pada negara-negara produsen di daerah katulistiwa. Sementara, daerah defisit (konsumen) akan merata pada seluruh dunia yang membutuhkan produk ini. Daerah-daerah baru yang masih memungkinkan untuk mengembangkan komoditas kelapa sawit dan mempunyai prospek yang baik ditinjau dari segi iklim yaitu brazil, india, kamerun, zaire, dan ghana.
Esklusifitas negara produsen MKS/MIKS akan menyebabkan terbatasnya produk yang bisa ditambah kepasar dalam periode yang singkat sehingga pasokan MKS/MIKS relatif tidak akan begitu bergejolak. Selain itu, sebagi tanaman tahunan, kelapa sawit sangat tahan terhadap perubahaan lingkungan dan serangan hama penyakit. Dengan demikian, kesinambungan produksinya stabil dibandingkan dengan tanaman setahun penghasil minyak nabati lainnya. Seperti kedelai, jagung, canolah, bunga matahari, dan lain-lain.


b. Luas lahan yang tersedia
Selain iklim yang sesuai, pengembangan kebun kelapa sawit membutuhkan lahan yang luas dengan tingkat kesuburan tanah yang baik guna mencapai skala ekonomi. Lahan yang subur akan mencukupi sebagian unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan mengurangi biaya pemakaian pupuk buatan yang dapat mencapai 60 % dari seluruh biaya perawatan tanaman,
Luas lahan yang tersedia dan dapat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit merupakan faktor yang akan mempengaruhi pasokan MKS ke pasar. Skala usaha komersial perkebunan kelapa sawit yang memenuhi skala ekonomi yaitu luasan kebun sekitar 6000 ha per unit usaha sehingga biaya per satuan luas akan menjadi lebih kecil. Berdasarkan keunggulan sumber daya lahan yang dimiliki, negara produsen kelapa sawit yang sangat prospektif di masa datang yaitu Brasil, Indonesia, Colombia, Papua New Guinea, dan Kamerun.
c. Ketersediaan tenaga kerja
Strategi bisnis perkebunan yaitu mencapai skala ekonomi. Ciri usaha perkebunan kelapa sawit merupakan usaha yang padat karya. Industri pengolahan kelapa sawit bukan merupakan industri yang padat teknologi sehingga tidak menuntut perkembangan teknologi yang pesat. Sejak zaman Cultuur Stelsel sampai Orde Baru, praktik perkebunan tetap menggunakan teknologi yang sama, yaitu cangkul dan parang. Inovasi hanya terjadi pada sebagian pekerjaan yang memungkinkan untuk dilakukan praktik mekanisasi, seperti pemakaian gergaji rantai dan bulldozer untuk pembukaan lahan, penggunaan bahan kimia untuk pengendalian hama, penyakit dan gulma, serta penggunaan angkong dan traktor mini untuk pengangkutan TBS dari areal panen.


Dari karakteristik perkebunan yang padat karya ini, ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dengan keahlian yang cukup dan murah merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya skala ekonomi bisnis perkebunan kelapa sawit. Negara-negara yang memiliki keunggulan tenaga kerja untuk sektor perkebunan yaitu India, Indonesia, Kamerun, Zaire, dan Ghana.
Posisi keunggulan tenaga kerja Indonesia semakin lama semakin melemah karena adanya kenaikan upah buruh yang tidak proporsional dengan kenaikan produktivitas kerja. Artinya, kenaikan upah buruh yang mengikuti formula COLA (Cost of Lining Adjustment) terlihat seakan-akan menjadi suatu kewajiban menjadi pengusaha, tanpa adanya imbal balik dari peningkatan produktivitas. Jika hal ini tidak ditangani dengan benar, keunggulan kompetitif tenaga kerja Indonesia akan semakin tergerus dan mengurangi daya saing produk MKS/MIKS di pasar internasional.
d. Dukungan Pemerintah Masing-Masing
Data mengenai dukungan pemerintah dari masing-masing negara terhadap industri minyak sawit masih diketahui secara mendalam. Kuantifikasi dukungan pemerintah tsb dapat dianaisis secara kasar dari data pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit di masing-masing negara produsen.
Total luas perkebunan kelapa sawit dunia pada tahun 1991 hanya 5,48 juta ha, sedangkan luas lahan yang tersedia diperkirakan dapat mencapai 145,64 juta ha. Malaysia memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar selus 2,38 juta ha yang merupakan 43,97% dari total perkebunan kelapa sawit dunia. Dengan demikian, sampat tahun 1991 hanya pemerintah Malaysia yang memberikan dukungan besar terhadap industri minyak sawitnya. Hal ini sangat jelas sekali dengan diberikannya kemudahan dan pembukaan lahan hutan secara besar-besaran pada dasawarsa tahun 1970-an serta dibentuknya kelembagaan FELDA ( semacam PIR di Indonesia ).
Dukungan pemerintah Indonesia mulai dirasakan pengusaha perkebunan dengan diberikannya kesempatan kepada para pemilik pabrik minyak goreng untuk melakukan diversifikasi pembukaan kebun kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya pada dasawarsa tahun 1980-an. Kelapa sawit ditetapkan oleh Departemen Pertanian menjadi komoditas yang pengembangannya dipercepat serta diberikanya paket kredit likuiditas ( soft loan) oleh Bank Indonesia kepada perkebunan besar swasta nasional ( PBSN ) maupun perkebunan inti rakyat ( PIR ). Pertumubuhan areal perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dengan tajam pada tahun 1980-an dan masih akan terus berlanjut sampai tahun 2000-an. Dukungan pemerintah juga diwujudkan dalam peraturan dalam perundang-undangan.
e. Gerakan Pemerhati Lingkungan
Gerakan para pemerhati lingkungan dapat menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan produksi MKS. Seperti telah dipaparkan di atas, perkebunan kelapa sawit hanya dapat diusahan di daerah yang beriklim tropis. Biasanya, usaha untuk mengembangkan dilakukan dengan membuka lahan hutan yang tersedia.
Aksi dan kampanye para pemerhati lingkungan untuk menjaga kelestarian hutan hujan tropis dari penebangan secara besar-besaran dilakukan demi alasan melindungi bumi dari tragedi bencana yang hebat. Alasan mereka, dengan pembukaaan hutan serta proses pematangan tanah melalui pembakaran menyebabkan semakin besarnya lubang ozon diatas Antartika. Lobi yang dilakukan para pemerhati lingkungan ini secara nyata telah menggagalkan masuknya perusahaan kertas tissue scott dari Amerika Serikat. Untuk melakukan pembangunan pabrik pulp dengan Astra di Irian Jaya.
Fenomena lubang ozon sebenarnya tidak hanya disebabkan oleh pembakaran hutan tropis saja, tetapi terutama sekali disebabkan oleh emisi gas CO dari pabrik-pabrik industri dan kendaraan bermotor di negara maju. Alasan memboikot penebangan hutan serta adanya ketentuan ecolabeling sebagai prasyarat perdagangan merupakan cermin arogansi Negara maju terhadap negara berkembang. Hal ini dikarenakan praktek industri perkayuan sampai sekarang masih berjalan secara legal di Kanada, Norwegia, negara-negara Skandinavia dan Siberia.
Kunci permasalahan sebenarnya yaitu adanya kartel Petrokimia yang menguasai dunia dewasa ini. Dalam hal ini, kartel industri menguasai teknologi bahan dasar bagi seluruh industri dan bahan bakar turunan minyak bumi. Kekhawatiran akan habisnya sumberdaya minyak bumi yang menjadi tulang punggung kartel petrokimia telah menyadarkan sebagian masyarakat untuk mengalihkan penggunaan bahan bakar dari minyak bumi manjadi bahan bakar dari sumber daya yang dapat terbaharui (renewable resources). Salah satu bahan bakar yang mempunyai prospek sangat bagus yaitu minyak nabati (Biodiesel dan Gasohol).
Penelitian intensif yang dilakukan di Indonesia dan Malaysia menyimpulkan bahwa MKS sangat potensial untuk dijadikan alternative bahan bakar diesel. Minyak nabati memiliki potensi yang sangat besar sebagai bahan bakar pengganti (fuel substitusi) maupun sebagai perluasan bahan bakar (fuel extender) untuk motor diesel. Begitu pentingnya masa depan minyak nabati sebagai pengganti BBM pada bulan januari 1995 PORIM (Palm oil Research Institute Of Malaysia) mengadakan suatu konferensi yang dihadiri oleh berbagai Negara, seperti Jerman, Italia, dan Indonesia. Pada konferensi tersebut, bahan bakar dalam bentuk methyl ester telah digunakan untuk kendaraan antar jemput peserta di bandara Kuala Lumpur.
Penggunaan MKS sebagai bahan bakar mesin diesel dilakukan melalui proses transesterfikasi. Transesterfikasi merupakan suatu cara untuk mendapatkan bentuk ester dari MKS dengan mereaksikannya dengan jenis alcohol dan dibantu dengan suatu katalis. Proses transesterfikasi MKS yaitu menggantikan Gliserol dari trigliserida (molekul MKS) dengan 3 molekul mono alcohol seperti Methanol. Sementara, katalis yang digunakan dapat berbentuk asam atau basa seperti H2SO4 atau KOH.
Kemungkinan, penggunaan minyak nabati (Oleokimia) untuk menggantikan penggunaan minyak bumi (petrokimia) akhirnya menimbulkan ancaman yang serius terhadap industry yang berbahan dasar petrokimia. Pergumulan antara kartel petrokimia melawan kartel Oleokimia nenjadi suatu pertandingan yang sarat dengan intrik, lobi, dan permainan kekuasaan dalam setiap forum internasional.
Hasil penelitial Dr. Syahrinuddin dari Cuvillier Verlag Gottingen pada tahun 2005 menyimpulkan bahwa penanaman kelapa sawit pada tanah marjinal dan terdegradasi merupakan cara efektif untuk membangun sumber karbon bumi. Penyimpanan karbon sampai dengan kedalaman 5 meter di perkebunan kelapa sawit Sumatera meningkat 2 kali lipat lading alang-alang. Perkebunan kelapa sawit memainkan peranan dalam emisi Co2 ke atmosfir. Bahkan, emisi gas oksigen diduga akan lebih banyak dihasilkan dari areal budidaya daripada areal alang-alang sehingga tuduhan pembukaan perkebunan akan mengakibatkan peningkatan efek rumah kaca hamper dikatakan tidak berpengaruh nyata. Sebaliknya penggunaan MKS sebagai bahan bakar mempunyai emisi gasbuang yang relative sedikit dibandingkan solar sehingga mengurangi polusi dan efek rumah kaca.
Keuntungan lainnya yaitu sifat fisika almiah MKS yang berupa cairan, kandungan energi (heat konten) hampir 88% solar, mempunyai bilangan setan (setane number) yang tinggi, mudah diperoleh, serta sumber BBM yang dapat diperbaharui. Dengan demikian, gerakan para pemerhati lingkungan dapat menghambat atau memacu produksi MKS tergantung pada kontek dan kerangka acuan yang digunakan untuk menanggapi aksi yang mereka lakukan. Hal ini dikarenakan gerakan ini juga bertujuan umtuk menyadarkan masyarakat dunia untuk tidak menggunakan minyak dan gas alam yang dapat mempercepat kerusakan bumi sehingga kesadaran masyarakat untuk menggunakan minyak nabati akan semakin tinggi. Semuanya memerlukan proses dan waktu. Dari keadaan status quo ini dapat disimpulkan bahwa permintaan minyak nabati akan meningkat, tetapi penawaran masih akan terbatas. Hal ini berarti sisi keuntungan bagi produsen MKS.
f. Pendanaan Investasi
Mengembangkan perkebunan kelapa sawit memerlukan dan investasi yang besar dan bersifat jangka panjang. Hal ini merupakan salah satu factor penghambat dalam upaya meningkatkan produksi minyak sawit dunia. Negara-negara afrika yang mempunyai prosfek baik dari segi iklim, Luas lahan, serta tenaga kerja yang tersedia seperti Nigeria, Pantai Gading, Kamerun, Zaere, dan Gana, ternyata belum dapat mengembangkan dan meningkatkan produksinya karena kesulitan pendanaan investasi.
Penanaman modal asing masih belum memberikan penyelesaian yang terbaik karena ketidakstabilan politis dinegara-negara afrika tersebut. Sementara, bisnis ini merupakan bisnis jangka panjang dengan siklus produksi 30 tahunan.

E. POLA PERDAGANGAN DAN MEKANISME HARGA
Minyak dan lemak nabati maupun hewani mempunyai sifat yang dapat saling menggantikan (interchangeable). Oleh karenanya, pola perdagangan produk minyak sawit (MKS/MIKS) harus dibahas dalam konteks ekonomi minyak dan lemak dunia secara totalitas.
Berdasarkan sumber dasarnya minyak dan lemak dapat digolongkan dalam 3 kategori yaitu, minyak nabati, lemak hewani, dan minyak ikan. Dalam setiap kategori baik minyak maupun lemak diklasifikasikan sebagai “bahan makanan” atau “bahan untuk industri”. Untuk kepentingan praktis, pembagian antara minyak dan lemak sebagai bahan makanan dan bahan industri tidak bersifat mutlak karena beberapa fraksi dari minyak bahan makanan dapat digunakan untuk industri, demikian juga sebaliknya.
Bagian terbesar dari perdagangan minyak dan lemak dunia dihasilakan dari produk biji-bijian. Ekstrak biji-bijian yang mengandung minyak akan menghasilkan minyak dan bungkil. Perbandingan antara jumlah minyak dan bungkil sangat bervariasi tergantung dari jenis tanamannya. Table 3
Pengolahan produ biji-bijian ini umumnya menghasilkan minyak sekitar 40% atau lebih. Ampas yang umumnya disebut bungkil atau cake merupakan produk samnpingan dengan nilai yang lebih rendah dari pada harga minyaknya. Kedelai merupakan suatu pengecualian karena bijinya mengandung 80% bungkil yang sangat sesui dengan pakan ternak sehingga harga bungkilnya lebih mahal dari harga minyaknya. Kedelai terutama dihasilkan untuk pakan ternak sehingga produksinya sangat tergantung pada permintaan pakan dalam hubungan dengan permintaan protein hewani.
Biji kapas merupakan produk sampingan dari produksi kapas sehingga produksinya sangat tergantung pada permintaan kapas. Dalam bagian ini “nilai ekuivalen minyak” merujuk kepada minyak dan perbandingan antara minyak dalam biji yang belum dip roses. Sementara, “nilai ekuivalen bungkil” merujuk pada bungkil dan perbandingan bungkil dalam biji yang belum diproses.



a. perkembangan pola perdagangan MKS Indonesia
Minyak kelapa sampai dengan 1970-an merupakan pemasok utama minyak goreng dalam negeri. Produksi kopra yang cenderung menurun menyebabkan tidak terjaminnya pasokan bahan baku bagi industri minyak goreng sehingga menimbulkan krisis minyak pada awal 1970-an. Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah mengambil kebijakan dengan mengatur pemasaran minyak di dalam negeri, terutama pengaturan kerja dan pengaturan alokasi penggunaan produksi. Pada tahun 1978, pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan harga dengan tujuan menjaga stabilitas harga minyak goreng pada tingkat konsumen, mendorong ekspor minyak nabati yang telah di proses, melindungi dan meningkatkan pendapatan petani kopra, serta menjamin keuntungan yang wajar bagi pabrik dan perkebunan.
Pengaturan alokasi produksi MKS dalam negeri diatur melalui surat keputusan bersama(SKB) 3 menteri, yaitu menteri pertanian, perindustrian, dan perdagangan nomor 275/KPB/XII/78 tanggal 16 Desember 1978 hal-hal sebagai berikut:
• Jumlah produksi dan rencana ekspor.
• Kapasitas dan kebutuhan masing-masing unit industri pengolahan lanjutan, seperti minyak goreng, sabun, dan lain-lain.
• Pengawasan penyaluran MKS ke industri pengolahan lanjutan.
• Harga ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan SKB 3 menteri tersebut, pengaturan alokasi produksi MKS berdasarkan penggunaan dan harganya ditetapkan sebagai berikut:
• Harga MKS untuk pembuatan minyak goreng ditetapkan di Belawan
• Harga MKS untuk operasi pasar berdasarkan minyak goreng dikurangi dengan biaya operasional.
• Harga MKS untuk industri hilir sama dengan harga ekspor FOB Belawan.
Alokasi keperluan MKS dalam negeri diatur oleh pemerintah melalui SK Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 22/DAGRI KP/T/83 yang merupakan perubahan dan penyesuaian SK yang pernah ditetapkan sebelumnya (1979), yaitu tentang pedoman dan petunjuk pelaksanaan teknis SKB 3 Menteri tentang Tataniaga Minyak Sawit Kebutuhan dalam Negeri.
SK tersebut antara lain mengatur alokasi MKS untuk masing-masing industri pengolahan MKS dalam waktu 6 bulan disesuaikan dengan jumlah MKS yang disediakan untuk kebuttuhan dalam negeri dan masing-masing industri yang bersangkutan seluruh alokasi MKS yang disediakan tidak boleh diperjualbelikan. Jumlah efektif MKS yang harus didistribusikan ke dalam negeri dan penetapan harganya diatur melalui SKB Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Pertanian, dan Menteri Perindustrian. Masing-masing Departemen sebagai berikut:
• Departemen Pertanian menyampaikan jumlah produksi dan rencana ekspor dari masing-masing produsen serta melakukan pengawasan penyaluran MKS kepada industri di dalam negeri.
• Departemen Perindustrian menyampaikan kapasitas dan kebutuhan masing-masing unit industri minyak goreng, sabun, dan industri lainnya serta melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan industri penerima alokasi MKS.
• Berdasarkan kedua data tersebut, Menteri Perdagangan dan Koperasi bertugas menetapkan jumlah dan efektif MKS yang dilalokasikan untuk kebutuhan pengolahan MKS sekaligus menetapkan harganya.
Syarat-syarat penyerahan MKS dari produsen kepada industri dilaksanakan berdasarkan SK Dirjen Perdagangan Dalam Negeri yang pada pokoknya mengatur harga dan cara penyerahan MKS dari produsen kepada industri pengolah menurut lokasi industri masing-masing. MKS yang diperdagangkan berasal dari dua sumber, yaitu perkebunan negara (PNP/PTP) dan perkebunan swasta (PBSN/PBSA). Sesuai dengan kesepakatan PNP/ PTP, pemasaran MKS yang berasal dari PNP/PTP harus melalui kantor pemasaran bersama (KPB), baik untuk konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Kebutuhan dalam negeri, KPB bisa langsung menjual ke industri pengolahan melalui jatah alokasi yang ditetapkan. Untuk konsumen dalam negeri, pemasaran melalui broker lokal yang selanjutnya berhubungan dengan pemasaran di luar negeri, seperti Indoham yang menangani pemasaran di Hamburg dan New York. Pada periode selanjutnya, penjualan MKS tidak lagi melalui Indoham tetapi dapat langsung berhubungan dengan importir di luar negeri. Sementara, MKS dari perusahaan swasta, pemasaran untuk konsumen dalam negeri tetap hatus melalui KPB sedangkan untuk luar negeri dapat langsung berhubungan dengan importir atau agen luar negeri.
Kilas balik praktik perdagangan MKS di indonesia terjadi pada tahun 1991, dimana pemerintah melakukan deregulasi dengan Pakjun 1991(3 juni 1991) yang menghapus berbagai SKB 3 mentri sebelumnya. pada intinya, pakjum 1991 melonggarkan semua ketentuan tataniaga yang ada untuk memcu ekspor dan mendorong investasi minyak goreng di dalam negri. Berdasarkan pakjum 1991, peluang bagi pengusaha perkebunan untuk melakukan ekspor MKS semakin terbuka. Melalui deregulasi tersebut, harga perdagangan MKS dalam negeri tidak ditetapkan oleh pemerintah dan perdagangan MKS PBSN tidak melalui meknisme KPB lagi.
Liberalisasi perdagangan MKS indonesia pasca-pakjum 1991 dan kenaikan harga MKS dipasar internasional menyebabkan terjadinya kelangkaan MKS di dalam negeri. Oleh karenanya, pada akhir tahun 1994 pemerintah terpaksa mengeluarkan instrumen kebujaksanaan pajak ekspor (PE) untuk menjamin ketersediaan MKS di dalam negeri. Melalui SK mentri keuangan nomor 439/KMK.017/1994 tanggal31 agustus 1994, terhitung mulai 1 september 1994 pemerintah akan menerapkan PE terhadap MKS jika harga minyak goreng didalam negeri di atas Rp 1250,00/kg. Dengan cara demikian, secara tidak langsung telah terjadi export barrier agar persediaan MKS terjamin untuk memenuhi kebutuhan industri minyak goreng dalam negeri.
Untuk memenuhi kecukupan minyak goreng didalam negeri secara spesifik dalam jangka pendek, telah ditempuh tiga instrumen kebuksanaan secara berurutan , sebagai berikut.
• Menetapkan pajak ekspor secara berkala terhadap MKS.
• Merupakan buffer stock MKS di dalam negri dengan melibatkan partisipasi pihak swasta dan PTP.
• Jika langkah a) dan b) masih belum efektif maka akan dilakukan impor MKS.
Langkah koordinatif yang dilakukan pemerintah melui blog untuk memupuk buffer stock ditempuh dengan menetapkan jumalah cadangan penyangga MKS, sebesar 75.000 ton yang disediakan oleh pengusaha swasta yang memiliki lahan minimal 10.000 ha dan KPB/PTP masing-masing sebesar 50%. Cadangan penyangga ini akan diolah menjadi minyak goreng oleh pemerintah jika harga naik secara tajam. Melalui kerja sama dengan FAMNI (federasi asosiasi minyak dan lemak nabatiindonesia) dan GAPKI (gabungan pengusaha kelapa sawit indonesia), ada 10 perusahaan swasta yangikut berpartisipasi menunjang cadangan penyangga tersebut.
Dalam pengendalian harga minyak gereng ini, bulog sebagai koordinator telah meminta kesediaan pihak swasta untuk sementara waktu “merelakan” kehilangan opportunity cost ( income foregone) rata-rata sekitar RP 152,OO/kg MKS akibat kerugian tidak mengekspor dengan harga yang lebih menguntungkan. Kebijaksanaan ini hendaknya dilihat dalam konteks kepedulian nasional para pengusaha perekbunan dengan motif membantu pemerintah meredakan gejolak harga minyak goreng yang minyak goreng yang akan berdampak secara nyata terhadap inflasi. Pada gilirannya, kondisi tersebut akan mempengaruhi perusahaan itu sendiri.
Saat ini, rantai tataniaga MKS dan IKS telah dihapuskan. Setiap perusahaan perkebunan swasta bebas melakukan penjualan prodaknya sendiri-sendiri tanpa melalui Kantor Pemasaran Bersama. Saluran, mekanisme pemasaran MKS perkebunan Negara tetap melalui Kantor Pemasaran bersama sesui Surat Keputusan Direksi seluruh PTPN. Penentuan harga dilakukan dengan sistem lelang yang dilakukan 2 kali seminggu.
Dengan melakukan penjualan langsung keluar negri (destination sales), sebagian pemasaran akan berinteraksi denagan dinamika pasar dinegara tujuan. Denagn demikian mereka akan lebih mengetahuia apa yang sedang atau yang akan terjadi di pasar dan dapat memperkirakan harga yang opptimum untuk penjualan forward (penyeraha dimasa yang akan datang). Kejelian bagian pemsaran membaca tanda-tanda pasar akan sangat memntukan keuntungan perusahaan karena diskriminan keuangan bisnis MKS sangat ditentukan oleh faktor ditentukan oleh faktor hagra jual..


b. prospek pemsaran.
Prospek pemasaran MKS sangat cerah karena tekanan permintaan terhadap minyak goreng yang berasal dari MKS terus meningkat karena meningkatnya jumlah penduduk dan GDP dunia. Di samping itu, prospek pemsaran MKS juga dipenguruhi pesatnya perkembangan industri yang berbasis bahan baku produk kelapa sawit.
Fluktuasi harga MKS pada saat ini lebih banyak disebakan oleh goncannya pasokan (supply stock) yang disesabkan oleh faktor internal(ganngguan produksi MKS dan kopra di dalam negeri) serta faktor eksternal berupa tarikan harga pasaran dunia yan tinggi sehingga merangsang ekspor MKS dalam jumlah besar. Pembentukan harga MKS sangat ditentukan oleh situasi perdagangan di luar negeri. Analisis kenaikan harga MKS di pasar dunia biasanya diakibatkan oleh isu jelek yang mengkibatkan gagalnya panen komoditi lainya seperti kedelai, bunga matahari, dan kanola. Naiknya harag MKS terutama disebkan oleh berkurangnya pasokan minyak nabati lainnya.
Simulasi pengaruh iklim yang semuala dianggap akan menggalkan panen komoditi tertentu di suatu negara pada pertengahan tahun tertentu membuat para trader berspekulasi bahwa negara itu akan membuka tender MKS. Jika ternyata gangguannya tidak terlalu parah sehingga negara itu akan membatalkan rencana pembelian maka harga MKS akan bergerak turun. Situasi bullish atau over bought (pasar diserbu pembeli karena hagra diperkirakan naik) pad bursa komoditi berjangka biasanya dipicu oleh adanya informasi atau prediksi tentang kegagalan panen (berkurangnya pasokan) komoditas subtitusi MKS yang berisfat tanamah setahun yang sangat rentan terhadap iklim.
Dengan melihat kecenderungan pasar serat pertimabngan faktor penawaran dan permintaan maka prospek pemasaran MKS dalam dua dasawarsa mendatang akan cenderung meningkat, sepanjang kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan harga dipengeruhi oleh mekanisme pasara secara bebas. Produsen MKS harus hati-hati untuk tidak tergoda pada pilihan MKS yang melebihi harga minyak nabati subsitusinya. Dengan demikian, akhirnya akan terjadi koreksi pasar dan bisa menurunkan harga MKS secara drastis.
Prospek pemasaran MKS di dalam negeri akan dipengeruhi oleh peran pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi merujik pada sistem ekonomi pasar. Secar umum, masa depan industri kelapa sawit dan produk olahannya dapat dirasakan sangat prospektif.



KELAPA SAWIT TAHUN 2005-2010

3 komentar:

  1. DOGI HANDYCRAFT TEKNIK & WASTE MANAGEMENT

    KAMI BELI BARANG BEKAS ANDA DENGAN HARGA KOMPETITIF :

    1. JERIGEN PUTIH BEKAS MINYAK GORENG SEGALA MERK 18 KG YANG BOCOR, BOLONG, DAN SUDAH TIDAK TERPAKAI RP. 4000 / BUAH.

    2. KAMPAS REM MOBIL DISC BRAKE / DRUM BRAKE ( TEROMOL ) SEGALA KONDISI
    KAMPAS REM DEPAN BEKAS HARGA RP. 2500 / PASANG.
    KAMPAS REM BELAKANG TEROMOL BEKAS HARGA RP.4000 / PASANG.

    3. KAMPAS REM BEKAS MOTOR TEROMOL
    YAMAHA MIO SEGALA KONDISI HARGA RP. 5000 / PASANG.
    BEBEK HONDA, SUZUKI, KAWASAKI, PIAGGIO, YAMAHA, MOTOR CINA RP. 2500 / PASANG.
    RX-KING SERIES, NINJA SERIES, MEGA PRO SERIES, TIGER SERIES RP. 3000 / PASANG.

    4. BOTOL OLI BEKAS MOTOR / MOBIL SEGALA KONDISI RP. 200 / BUAH.
    JUMLAH LEBIH DARI 1000 BUAH HARGA RP. CALL PLEASE...

    5. BOTOL INFUS BEKAS UTUH YANG SUDAH TIDAK TERPAKAI RP.5500 / KG.

    6. GIR DEPAN + GIR BELAKANG + RANTAI MOTOR BEKAS HONDA, SUZUKI, KAWASAKI, YAMAHA, MOTOR CINA RP. 6000 / SET.

    7. GIR DEPAN + GIR BELAKANG + RANTAI MOTOR BEKAS MOGE / HARLEY DAVIDSON
    HARGA RP. 12000 / SET. JUMLAH LEBIH DARI 50 SET HARGA RP. CALL PLEASE...

    8. MINYAK GORENG BEKAS / JELANTAH SISA WARUNG, RUMAH MAKAN, KAFE, RESTAURANT, HOTEL, CATERING, PABRIK MAKANAN
    SUDAH DISARING + BERSIH DARI SISA GORENGAN + MURNI TIDAK DICAMPUR
    RP. 3500 / KG
    HARGA RP. 65000 / 1 JERIGEN FULL 18 KG.

    9. AKI MOTOR, MOBIL, GENSET, UPS, FORKLIFT, BULLDOZER TYPE APAPUN DALAM KEADAAN MATI, RUSAK, SOAK HARGA RP. 9000 / KG.

    10. DIBELI SEGALA MACAM BESI TUA ( ANDA SEBAGAI PENJUAL SEBUTKAN HARGANYA LANGSUNG, BERAPA JUMLAH, LOKASI SEBUTKAN, BARANG LEGAL, DOKUMEN LENGKAP). PEMILIK BARANG KETEMU LANGSUNG DENGAN SAYA !!

    11. TERIMA BONGKARAN RUMAH TUA, RUMAH GEDONG, VILLA, KOST2 AN, GUEST HOUSE, RUKO, GUDANG, PABRIK, HOTEL, GEDUNG, CAFE, RUMAH MAKAN, RESTAURANT, RUMAH SAKIT, RUMAH BERSALIN, KLINIK, BARAK ABRI, BARAK POLISI ( KHUSUS JABODETABEK & TANGERANG SELATAN )

    12. DIBELI PULUHAN / RATUSAN / RIBUAN PERALATAN EX KANTOR, PABRIK, HOTEL, DLL YG MASIH BERFUNGSI / SUDAH RUSAK BERUPA: HANDPHONE, PABX, KOMPUTER SET, AC BEKAS, SERVER, LAPTOP, GENSET, KURSI ( KHUSUS JABODETABEK & TANGERANG SELATAN )

    13. DIBELI PULUHAN / RATUSAN / RIBUAN DALAM KONDISI RUSAK / MATI HARDISK SATA KOMPUTER 250 – 500 Gb HARGA RP.13000/BUAH ( MAINBOARD MASIH ADA )

    KAMI JEMPUT BARANG ANDA & BAYAR TUNAI...
    >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> SERIUS SELLER ONLY <<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

    KAMI MENJUAL BARANG DENGAN HARGA KOMPETITIF:

    1. DIJUAL KALENG BEKAS MINUMAN POCARI SWEAT / COCA-COLA DLL.
    MINIMUM ORDER 100 KG GRATIS ONGKOS KIRIM JABODETABEK.
    PEMBAYARAN CASH.. LANGSUNG DIANTAR KE ALAMAT CUSTOMER.

    2. DIJUAL KALENG BEKAS MINUMAN POCARI SWEAT / COCA-COLA DSB DENGAN KUANTITI MULAI 10 TON S.D 200 TON PER BULAN KAMI SANGGUP MELAYANI :
    A. ANDA BUTUH BARANG TERSEBUT DALAM WAKTU BERAPA LAMA ??
    B. BARANG KAMI KIRIM DALAM BENTUK SEADANYA SESUAI YANG ADA DI GUDANG KAMI & TIDAK BISA PILIH.
    C. HARGA KAMI GRATIS ONGKOS KIRIM SAMPAI PELABUHAN BANYUWANGI, JAWA TIMUR.
    D. PENAWARAN HARGA ANDA, AJUKAN KEPADA KAMI..

    >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> SERIUS BUYER ONLY <<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

    KETERANGAN:
    KAMI TIDAK AKAN MELAYANI CALL / SMS / BBM BAGI ANDA YANG CUMA INGIN CEK HARGA & JUAL KUCING DALAM KARUNG !!!!

    MOTTO KAMI: WIN-WIN SOLUTION, ANDA JUAL BARANG KAMI BELI BARANG ANDA TUNAI.
    KAMI MENJUAL BARANG, ANDA SEPAKAT HARGA, KAMI KIRIM BARANG SESUAI ALAMAT CUSTOMER.

    HUBUNGI SEGERA
    089650091317 ( 24 JAM ONLINE )
    WHATS”APP 089650091317
    PIN BB 51964F90
    DHONY & TEAM

    Silahkan copy paste link berikut: http://www.dogihandycrafteknik.indonetwork.co.id/profile/dogi-handycraft-teknik-waste-management.htm

    BalasHapus
  2. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

    Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

    BalasHapus

Proudly Powered by Blogger.