09 November 2011

Kajian Pasar Komoditi Kakao

by PUTRA SIAK  |  in Lingkup Pertanian at  Rabu, November 09, 2011

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN KAKAO A. Kajian Pasar Komoditi Kakao • Kebutuhan, Pemenuhan, dan Peluang Pasar Global Menurut PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero), konsumsi kakao dunia saat ini mencapai 2,9 juta ton per tahun, sedangkan produksi dunia hanya sekitar 2,8 juta ton per tahun. Dengan demikian, masih terdapat kekurangan pasokan sebanyak 0,1 juta ton per tahun. Seiring dengan terus meningkatnya permintaan pasar terhadap kakao, maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan ekspor dengan lebih meningkatkan lagi produksi nasional dengan memperhatikan mutu dari kakao tersebut. Menurut Asosiasi Kakao Indonesia, produksi kakao dunia saat ini mencapau 3 juta ton per tahun. Dari 3 juta produksi kakao dunia, 50 persen atau 1,5 juta ton berasal dari Pantai Gading sedangkan Indonesia menguasai pasar 6 persen atau sekitar 580.000 ton. Produksi kakao Indonesia terus meningkat dari 200.000 ton pada awal 2000 dan naik menjadi 580.000 ton pada 2004 (Sinar Harapan Nomor 0518). Semakin meningkatnya permintaan yang tidak diiringi dengan pasokan yang memadai mengakibatkan harga kakao di pasar internasional mengalami kenaikan dari 1.173 pound sterling pada bulan Mei 2002 menjadi 1.279 pound sterling pada Juli 2002. Kurangnya pasokan dunia disebabkan oleh anjloknya ekspor kakao dari Negara Pantai Gading, yang selama ini memduduki urutan pertama produsen kakao dunia akibat kemelut politik yang melanda negara tersebut. Keadaan kurangnya pasokan kakao di pasar dunia merupakan peluang besar bagi produsen kakao Indonesia untuk terus meningkatkan produksi. Namun peningkatan produksi dan ekspor kakao Indonesia harus diiringi dengan peningkatan mutu kakao tersebut. Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata–rata harga kakao dunia. Menurut data dari PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero), hingga saat ini kakao umumnya dikonsumsi oleh penduduk di negara-negara maju terutama di Eropa. Konsumsi per kapita per tahun tertinggi ditempati oleh Belgia dan Luxemburg, yaitu rata-rata 5,63 kg per kapita, disusul Swiss (4,55 kg per kapita), Inggris (3,71 kg per kapita), Jerman (3,47 kg per kapita), dan Perancis (3,15 kg per kapita). Pemasaran kakao Indonesia telah mecapai pasar dunia dan cenderung menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 1998, Indonesia mengekspor kakao dalam bentuk biji kering sebanyak 278.146 ton dengan nilai ekspor sebesar US$. 382.502.000. Jumlah ekspor ini mengalami peningkatan yang tinggi, di mana jumlah ekspor kakao Indonesia pada tahun 2000 sebesar 333.619,37 ton dengan nilai ekspor US$. 233.052.235 dan pada tahun 2002 sebanyak 365.650 ton dengan nilai ekspor sebesar US$. 520.671.608. Pada tahun 2003, jumlah ekspor kakao Indonesia mengalami penurunan, di mana jumlah ekspor sebanyak 265.838 ton dengan nilai ekspor US$. 410.277.734. Data ekspor kakao biji pada tahun 2000 sampai 2003 dapat dilihat pada Tabel Tahun Volume (ton) Nilai Ekspor (US$) 1998 278.146,00 382.502.000 1999 TAD TAD 2000 333.619,37 233.052.235 2001 302.670,03 272.368.480 2002 365.649,87 520.671.608 2003 265.838,06 410.277.734 Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri, Ekspor. Keterangan : TAD = tidak ada data • Kebutuhan, Pemenuhan, dan Peluang Pasar Nasional Kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit, yaitu hanya sekitar 250 ribu ton per tahun (Trust Edisi 35, Tahun 2005, 01-Juni-2005). Sementara, produksi kakao Indonesia mencapai 425.000 ton per tahun (Kompas 4 Mei 2005). Namun, rendahnya kebutuhan kakao nasional itu bukan tanpa sebab. Hal ini terjadi karena pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% untuk setiap kakao yang dibeli pabrik di dalam negeri. Sebaliknya, apabila petani mengekspor produknya ke luar negeri, maka tidak dikenakan PPN. Dengan demikian, petani lebih suka melakukan ekspor. Indonesia menjadi produsen bahan baku kakao ke dua setelah Pantai Gading dengan enguasai 6 % pasar dunia (Asosiasi Kakao Indonesia dalam Sinar Harapan Nomor 0518). endati produsen kakao terbesar dunia, faktanya industri kakao sulit tumbuh dan berkembang di Indonesia. Menurut Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman, industri kakao lokal ada 15 perusahaan, tidak termasuk asing. Dengan melihat perbandingan antara kebutuhan dalam negeri terhadap produksi nasional, dapat dikatakan kebutuhan kakao dalam negeri dapat terpenuhi. Selanjutnya, diharapkan dengan lebih berkembangnya industri perkakaoan di dalam negeri maka akan semakin membuka peluang dalam mempermudah pemasaran kakao. • Struktur Pasar Komoditi Kakao Global dan Nasional Sistem tata niaga kakao terbagi menjadi dua jalur, yaitu pemasaran dalam negeri ke pabrik dan pemasaran ke luar negeri. Gambaran jalur tata niaga kakao di Indonesia dapat dilihat pada Gambar di bawah ini dalam mata rantai pemasaran tersebut, sortasi dilakukan oleh pedagang interinsuler/eksportir, sedangkan pengeringan biji kakao dilakukan oleh pedagang pengumpul atau petani. Keterangan : : selalu menjual : kadang-kadang menjual Negara-negara produsen kakao di dunia antara lain adalah Brazil, Kamerun, Ghana, Nigeria, Equador, Pantai Gading, Republik Dominika, Indonesia, dan Malaysia. Di antara negara – negara penghasil kakao tersebut, pada tahun 1996 Indonesia berada pada tingkat ketiga setelah Pantai Gading (Cote d’Ivoire) dan Ghana, walaupun berdasarkan luas kebun yang di panen berada diurutan ketujuh. Di Indonesia, sebagian besar biji kakao di ekspor ke luar negeri. Permintaan yang tinggi untuk kakao banyak dari negara Belanda, Amerika, dan Italia. Pemasaran biji kakao Indonesia telah mencapai pasar Internasional. Sebagian besar biji kakao Indonesia di ekspor ke luar negeri, walaupun sudah ada beberapa industri pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi. Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia relative menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk dapat memperoleh pendapatan devisa dari komoditi ini. Hal yang sangat menentukan tingkat harga di pasar internasional adalah mutu biji kakao. Oleh sebab itu, yang perlu diperhatikan oleh produsen kakao terutama Indonesia adalah kualitas dari biji kakao yang diekspor. Pokok utama permasalahan dinilai rendahnya mutu kakao Indonesia di pasar Internasional antara lain disebabkan oleh hama dan umur tanaman yang sudah sangat tua. Menurut Surat Menteri Pertanian Anton Apriyanto tertanggal 14 April 2005 (Kompas, 3 Mei 2005), salah satu upaya mengatasi hal itu diperlukan penelitian dalam memperoleh jenis tanaman yang rentan terhadap hama kutu biji kakao. Akibat dari buruknya mutu kakao Indonesia ini, ekspor kakao Indonesia selalu mengalami automatic detention oleh Amerika Serikat sejak tahun 1991 sampai sekarang. Selain itu, pembeli kakao di luar negeri selalu memotong harga biji kakao Indonesia sebesar 200 dollar AS per ton, karena biji kakao Indonesia tidak terfermentasi. • Perusahaan-Perusahaan Pengembang Komoditi Kakao Indonesia berhasil menjadi produsen kakao kedua terbesar dunia berkat keberhasilan dalam program perluasan dan peningkatan produksi yang mulai dilaksanakan sejak awal tahun 1980- an. Pada saat ini areal perkebunan kakao tercatat seluas 914 ribu hektar, tersebar di 27 provinsi dengan sentra produksi Sulsel, Sulteng, Sultra, Sumut, Kaltim, NTT dan Jatim. Sebagian besar (>90%) areal perkebunan kakao tersebut dikelola oleh rakyat (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Selain perkebunan rakyat di Indonesia juga terdapat perkebunan-perkebunan besar nasional maupun swasta yang membudidayakan kakao. Perusahaan-perusahaan tersebut tersebar di 20 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Banyaknya perusahaan pengembang komoditi kakao di masing-masing provinsi tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut: Rekapitulasi Jumlah Perusahaan Pengembang Komoditi Kakao di Indonesia No. Provinsi Jumlah Perusahaan 1 Nanggroe Aceh Darussalam 4 2 Sumatera Utara 7 3 Sumatera Barat 4 4 Riau 1 5 Bengkulu 5 6 Lampung 2 7 Jawa Barat 11 8 Jawa Tengah 8 9 D.I. Yogyakarta 1 10 Jawa Timur 9 11 Banten 2 12 Nusa Tenggara Timur 3 13 Kalimantan Barat 2 14 Kalimantan Tengah 1 15 Kalimantan Selatan 2 16 Sulawesi Tengah 5 17 Sulawesi Selatan 6 18 Sulawesi Tenggara 3 19 Maluku 1 20 Papua 1 TOTAL 78 Sumber : Direktori Perusahaan Perkebunan, BPS 2003. • Perusahaan-Perusahaan Pengekspor Komoditi Kakao Selain terdapat perusahaan perkebunan kakao, di Indonesia juga terdapat perusahaan-perusahaan pengekspor kakao. Daftar beberapa perusahaan eksportir kakao yang terdapat di Indonesia adalah seperti tersaji pada Tabel dengan adanya perusahaan eksportir kakao yang umumnya memproduksi kakao olahan, maka akan mempermudah perusahaan perkebunan dalam pemasaran kakao di dalam negeri. Perusahaan yang disajikan dalam tabel tersebut adalah perusahaan eksportir kakao dengan indikator jumlah tenaga kerja minimal 50 orang. • Harga Komoditi Kakao Kakao merupakan komoditas perdagangan dunia yang penting, namun harganya seringkali berfluktuasi sehingga merugikan negara produsen. Biasanya negara produsen mengekspor biji kakao yang akan disangrai dan giling di negara konsumen. Perkembangan harga biji kakao di pasar dunia sejak tahun 1992 cenderung meningkat yaitu dari harga US$. 0,50 per lbs menjadi US$.1,07 per lbs pada tahun 2000, atau meningkat rata-rata 8,9% per tahun. Berdasarkan data dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia dalam artikel Kakao Indonesia di Kancah Perkakaoan Dunia, harga kakao dunia pernah mengalami keterpurukan sampai titik terendah US$c 36,33/lb selama 30 tahun terakhir pada bulan Nopember 2000. Harga kakao merambat naik menembus US$c 50/lb pada bulan Februari 2001, kemudian sedikit berfluktuasi hingga mencapai tingkat tertinggi US$c 60,64/lb pada bulan Desember 2001. Kenaikan harga kakao dunia terus berlanjut hingga menembus US$ 100/lb pada bulan Oktober 2002 dan merupakan puncak harga tertinggi selama 16 tahun terakhir. Selanjutnya, harga kakao dunia sedikit melemah pada bulan Nopember dan kembali menguat pada bulan Desember 2002 hingga Februari 2003 dan kembali melemah hingga Juni 2004, kemudian sedikit menguat hingga Agustus 2004. Harga kakao rata-rata tahun 2002 dan 2003 tercatat masing-masing US$c 80,65/lb dan US$c 79,6/lb. Selanjutnya, berdasarkan data Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, harga komoditas kakao di bursa internasional US$ 1.543 per ton, sementara harga di Makassar (sentra produksi kakao) harganya hanya berkisar US$ 1.300 - US$ 1.340 per ton (Bisnis.com - 28-Mar-2005). Di pasar domestik, pada akhir tahun 2002 harga komoditas kakao relatif stabil. Berdasarkan info pasar komoditi perkebunan dari Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan tahun 2003, pada bulan November 2002 harga kakao biji kering di pasar domestik Rp. 10.490/kg (sekitar US$ 1,165/kg dengan asumsi US$ 1 = Rp. 9.000) dan pada bulan Desember 2002 menjadi Rp. 10.523/kg (US$ 1,169/kg) atau mengalami kenaikan Rp. 0,31/kg, dan pada bulan Maret 2003 harga kakao meningkat menjadi Rp. 10.615/kg (US$ 1,179/kg). PELUANG PASAR Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagian besar biji kakao dari sini diekspor ke luar negeri, walaupun pada saat ini sudah ada beberapa industri pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi. Kendala utama yang dihadapi komoditas kakao yang diekspor adalah kualitasnya. Mutu biji kakao dari Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan yang berasal dari negeri lain. Rendahnya kualitas tersebut ditunjukkan dengan harga jual kakao dipasaran luar negeri. Sebagai contoh, jika pada bulan Maret 1996, harga biji kakao Indonesia di luar negeri rata-rata adalah US$ 1.349 per ton, maka hargajual produk yang sama dari Pantai Gading (Cote d Ivoire) mencapai US$ 1.521 per ton. Untuk meningkatkan kualitas biji kakao tersebut telah dilakukan usaha-usaha penyuluhan dan action program, baik oleh dinas-dinas terkait, maupun melalui Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) dan usaha-usaha tersebut nampaknya mulai memperlihatkan hasilnya. Tabel 1. Realisasi Ekspor dan Impor Kakao di Indonesia Tahun Volume/Nilai Impor Ekspor 1992 Volume (ribu ton) Nilai� (ribu US$) 1.780 3.492 176.001 158.835 1993 Volume (ribu ton) Nilai� (ribu US$) 1.641 5.220 228.799 210.934 1994 Volume (ribu ton) Nilai� (ribu US$) 2.438 6.044 231.639 280.373 1995 Volume (ribu ton) Nilai� (ribu US$) 3.592 8.479 233.593 308.328 1996 Volume (ribu ton) Nilai� (ribu US$) 4.260 9.760 323.076 377.502 1997 Volume (ribu ton) Nilai� (ribu US$) - - 306.000 378.000 1. Ekspor Indonesia selain sebagai pengekspor kakao, juga mengimpor kakao. Dari Tabel 1. terlihat bahwa ekspor kakao dari Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Jika pada tahun 1992, volume ekspor kakao mencapai 176.001 ribu ton dengan nilai US$ 158.835 ribu, maka pada tahun 1997, volumenya meningkat 73,9% menjadi 306.000 ribu ton dengan nilai US$ 378.000 ribu. Namun demikian, volume ekspor pada tahun tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu 323.076 ribu ton. Penurunan ini disebabkan antara lain oleh penurunan produksi akibat kekeringan yang cukup lama pada waktu itu. Kegiatan impor kakao dari luar negeri cenderung meningkat setiap tahunnya. Dalam periode 1992 -1996, impor kakao ke Indonesia meningkat 179,5%, yaitu dari US$ 3.492 ribu, pada tahun 1994, meningkat menjadi US$ 9.760 ribu pada tahun 1996. Permintaan biji kakao di pasaran dunia, dimasa mendatang cukup cerah. Adanya kegagalan panen di beberapa negara Amerika Latin karena pengaruh El Nino dan berkurangnya stock dunia, menyebabkan harga kakao cenderung meningkat. Pada Tabel 2. dapat dilihat produksi dan konsumsi kakao dunia. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Kakao Dunia (ribu ton) Uraian 1992/93 1994/95 1995/96 1996/97 Gross crop 2.485 2.348 2.916 2.695 Net crop 2.460 2.325 2.887 2.668 Grindings 2.402 2.541 2.732 2.815 Surplus/Deficit +58 -216 +155 -147 Total stock 1.540 1.227 1.382 1.235 Free stocks 1.310 1.099 1.305 1.209 Total Stock/grind. Ratio 64,1% 48,3% 50,6% 43,9% Free stocks/grind. Ratio 54,5% 43,3% 47,8% 42,9% Sumber : icco market news, 1998, htpp://www.icco.org 2. Pasar Dalam Negeri/Lokal Indonesia selain mengekspor biji kakao juga mengimpornya (lihat Tabel 1 di atas). Walaupun demikian pangsa pasar biji kakao di dalam negeri masih relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh belum berkembangnya industri pengolahan biji kakao di Indonesia, tetapi sejak tahun 1996 telah disetujui usaha penanaman modal, baik dengan fasilitas PMA ataupun PMDN untuk mendirikan industri Pengolahan biji kakao. Pada Tabel 3. dapat dilihat daftar perusahaan pengolah biji kakao yang telah disetujui oleh BKPM, baik yang menggunakan fasilitas PMDN, maupun PMA. Dengan melihat kondisi pada tabel tersebut, pasar biji kakao untuk konsumsi dalam negeri cukup cerah. Tabel 3. Beberapa PMDN dan PMA Industri Kakao yang disetujui BKPM No. Nama Perusahaan Lokasi Jenis Produk KapasitasProduksi PMDN 1. PT. Argo Sarana Satyamitra Jateng Lemak kakao Tepung kakao 2.860 ton� 2.900 ton 2. PT. Davomas Abadi Jakarta Pasta coklat Bubuk kakao 2.880 ton 2.880 ton 3. PT. Inkoma Kakao Primatunggal Jakarta Lemak kakao Tepung kakao 2.400 ton 2.600 ton 4. PT. Mas Ganda Jabar Lemak kakao Tepung kakao 1.440 ton 1.440 ton 5. PT. Sumut Coindo Sumut Lemak kakao Tepung kakao Coklat butir Kakao mutu rendah Bungkil coklat 4.104 ton 2.188 ton 3.283 ton 1.368 ton 2.737 ton 6. PT. Sari Kakao Perkasa Sumut Lemak kakao Tepung kakao 2.287 ton 2.572 ton 7. PT. Berhan Intercontinental CAC Jabar Lemak kakao Tepung kakao 2.287 ton 7.600 ton 8. PT. Dana Bakti Wakaf Yogya Biji kakao kering 6.000 ton 9. PT. Bujang Karya Jatim Lemak kakao Tepung kakao 288 ton 165 ton 10. PT. Arya Pelangi Lampung Biji kakao kering 3.500 ton 11. PT. Larat Indah Maluku Biji kakao kering 4.200 ton 12. PT. Indokarya Gemasakti Kaltim Biji kakao kering 6.600 ton 13. PT. Mahkota Bumi Kalsel Biji kakao kering 4.000 ton 14. PT. Usaha Sejahtera Manikam Aceh Biji kakao kering 140 ton 15. PT. Tulus Sintuwu Karya Sulteng Biji kakao kering 150 ton PMA 16. PT. Indo Cocoa Specialities Sumut Lemak kakao Tepung kakao Coklat 5.300 ton 5.600 ton 3.600 ton 17. PT. Frey Abadi Indonesia Jabar Coklat olahan 3.600 ton 18. PT. Effem Indonesia Sulsel Lemak kakao Tepung kakao Biji kakao kering 5.000 ton 6.000 ton 60.000 ton 19. PT. FP Foods Cocoa Indonesia Sumut Lemak kakao Tepung kakao 1.500 ton 1.400 ton 20. PT. Poleko Cocoa Industries Ind Sulsel Lemak kakao Tepung kakao 1.140 ton 1.260 ton Sumber : Harian Bisnis Indonesia tanggal 02-04-1996 dari BKPM PRODUKSI Tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) merupakan tanaman tropis yang berasal dari hutan tropis Amerika Selatan. Oleh bangsa Maya buah tanaman tersebut disebut ka-ka-wa dan dalam bahsa Nahuatl disebut xocoatl. Kemudian oleh Linnaeus, tanaman tersebut diberi nama Theobroma yang berarti makanan dewa-dewa (food of gods). Di Indonesia, tanaman kakao dibudidayakan oleh rakyat dan perkebunan besar di beberapa tempat, antara lain di Jawa Timur, Sulawesi (Selatan, Tengah dan Tenggara), Sumatra (Utara dan Aceh), Maluku dan Irian Jaya. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan kakao diperkirakan mencapai 610.876 ha. Pada Tabel 4. dapat dilihat perkembangan luas areal dan produksi kakao di Indonesia dan di beberapa daerah-daerah sentra produksi kakao. Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Kakao di Indonesia Deskripsi Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997**) Indonesia Luas Areal (ha) 496.006 535.285 597.011 602.428 605.944*) 610.876 Produksi (ton) 207.147 258.059 269.981 304.866 317.729*) 332.929 Produktiv (Kg/ha) 853,57 858,05 �832,53 �888,69 912,31*) 944,88 Sulawesi Selatan Luas Areal (ha) 97.390 100.326 114.289 131.194 139.327 154.779 Produksi (ton) 66.749 71.459 83.631 95.857 116.394 130.192 Sulawesi Tengah Luas Areal (ha) 35.849 36.236 36.517 Produksi (ton) 18.747 19.390 21.559 Sulawesi Tenggara Luas Areal (ha) 88.434 89.084 90.760 Produksi (ton) 55.165 56.197 56.554 Sumatra Utara Luas Areal (ha) 59.660 59.901 60.357 Produksi (ton) 47.446 48.173 49.171 Kalimantan Timur Luas Areal (ha) 34.004 34.142 51.783 Produksi (ton) 10.322 10.555 12.007 Jawa Timur Luas Areal (ha) 29.004 29.046 29.275 Produksi (ton) 11.761 15.327 15.305 Maluku Luas Areal (ha) 19.296 19.352 19.412 Produksi (ton) 6.340 6.590 7.867 Irian Jaya Luas Areal (ha) 25.454 25.645 25.801 Produksi (ton) 7.641 7.957 9.215 Keterangan : *) Angka sementara **) Angka estimasi per 11 Maret 1998 Sumber : website Deptan http://www.deptan.go.id, Disbun dan BPS Sulsel, 1998. Di antara negara-negara penghasil kakao di dunia, produksi kakao Indonesia berada di tingkat ketiga sesudah Cote d'Ivoire dan Ghana, walaupun berdasarkan luas kebun yang dipanen berada diurutan ketujuh. Produksi kakao di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya, sejalan dengan semakin luasnya areal dan produktivitas kebun. Pada Tabel 4. terlihat bahwa produksi kakao pada tahun 1992 mencapai 207.147 ton dan meningkat menjadi 332.929 ton pada tahun 1997. Demikian juga luas arealnya yang pada tahun 1992 hanya 496.006 ha menjadi 610.876 ha pada tahun 1997. Dengan meningkatnya pengetahuan petani kakao akan pentingnya perawatan tanaman dan penggunaan pupuk, produktivitas kebunnya meningkat dari 853,57 kg/ha pada tahun 1992 menjadi 944,88 kg/ha pada tahun 1997. PERSAINGAN Penghasil kakao, selain Indonesia adalah negara-negara di Afrika, Amerika latin dan Asia. Benua Afrika merupakan kawasan yang terbesar yang menghasilkan kakao, tetapi dalam kurun waktu 1991/1996, kawasan ini mengalami penurunan produksi, demikian juga di kawasan Amerika latin. Kawasan Asia pada kurun waktu tersebut mengalami peningkatan produksi, dan dari kawasan ini, yang sebagian besar produksinya dihasilkan dari Malaysia dan Indonesia , hanya Indonesia yang mengalami peningkatan produksi. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan dalam hal perdagangan komoditi kakao di dunia, peranan Indonesia cukup besar. Hal ini selain terlihat dari adanya peningkatan produksi, juga volume dan nilai ekspor dari komoditi yang juga semakin meningkat, lihat Tabel 5. Tabel 5. Posisi Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kakao Produksi * 1991-93 1994 1995 1996 ** Rata-rata ( �000 ton, nilai bahan baku ) World total 2.410 2.487 2.832 2.510 Brazil 330 330 215 180 Dominican Rep. 48 58 55 55 Ecuador 92 81 85 85 Cameroon 100 100 120 120 Cote d�Ivoire 749 809 1.200 950 Ghana 265 270 375 300 Nigeria 148 135 145 150 Indonesia 201 271 295 330 Malaysia 223 177 120 120 * Production of beans in crop year beginning 1 october in the year shown. ** Provinsional Ekspor* 1991-93 1994 1995 World total ** 1.863 1.727 1.710 Brazil 88 87 19 Dominican Rep. 43 51 49 Ecuador 44 43 64 Cameroon 96 77 90 Cote d�Ivoire 646 648 922 Ghana 241 238 239 Nigeria 125 142 133 Indonesia 161 200 193 Malaysia 134 83 53 *Beans only, ** Excluding re-exports. Sumber : ICCO market news, 1998, http://www.icco.org • Kelayakan Keuangan Pengembangan Komoditi Kakao Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia dalam menghasilkan devisa negara. Keberadaan Indonesia sebagai produsen kakao utama di dunia menunjukkan bahwa kakao Indonesia cukup diperhitungkan dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Dengan demikian, seiring terus meningkatnya permintaan pasar terhadap kakao maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan ekspor dengan lebih meningkatkan lagi produksi nasional. Kondisi peluang pasar ini merupakan peluang yang besar pula bagi negara-negara produsen kakao, terutama Indonesia untuk terus meningkatkan produksinya. Tanaman kakao relative mudah tumbuh di Indonesia dan ini dapat dijadikan salah satu pendorong bagi pemilik modal untuk mulai menerjuni usaha budidaya kakao. Dalam usaha peningkatan produksi dan ekspor kakao Indonesia harus diiringi dengan peningkatan mutu kakao tersebut, seperti melakukan fermentasi secara baik. Mutu kakao Indonesia perlu mendapat perhatian khusus, sehingga dapat diakui oleh pasar internasional. Dengan meningkatkan mutu, maka harga kakao Indonesia akan dapat lebih bersaing di pasar dunia dan dapat menjangkau pangsa pasar yang lebih luas pula. Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata–rata harga kakao dunia. Pengembangan investasi perkebunan kakao dapat memberikan dampak positif untuk pertumbuhan sektor-sektor industri lainnya. Dalam usaha budidaya kakao ini akan banyak membutuhkan bahan, seperti pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian sehingga dapat meningkatkan industri pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian tersebut. Selanjutnya, hasil perkebunan kakao yang berupa biji kakao dapat pula memaju perkembangan usaha pengolahan biji kakao menjadi kakao bubuk, pasta, dan lain-lain. Dengan munculnya berbagai usaha industri maka akan membutuhkan tenagakerja, sehingga akan memberi dampak positif karena berkurangnya jumlah pengangguran. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pekebunan, harga jual kakao dalam bentuk biji kering di pasar domestik pada akhir tahun 2002 adalah Rp. 10.490/kg (US$ 1,165/kg) sampai Rp. 10.523/kg Rp. 10.615/kg (US$ 1,179/kg). Harga jual kakao bersifat fluktuatif dan dipengaruhi tingkat permintaan. Dengan demikian, ada kemungkinan harga jual ditempat meningkat pada tahun–tahun mendatang, seiring dengan terus meningkatnya permintaan pasar akan produk kakao. Tingkat produksi tanaman kakao ditentukan oleh tingkat kesuaian lahan, yang. Digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3), dan tidak sesuai (N) (lihat Tabel 4.6.). Penilaian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah. Tingkat produksi pada tiap tingkat kesesuaian lahan (S1, S2, dan S3) tersebut, maka produksi pun akan berbeda. • Aspek Sosial dan Lingkungan Pengembangan Komoditi Kakao Pembangunan perkebunan kakao dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan lahan, sampai pasca panen. Dengan demikian, aktivitas pembangunan perkebunan ini akan memberikan dampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek maupun transmigran yang datang untuk ikut dalam proyek tersebut. Selain itu, pengembangan proyek ini akan dapat meningkatkan pendapatan petani, di mana nantinya akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani bersangkutan. Sejalan dengan meningkatnya pendapatan petani, jika pembangunan proyek ini disertai dengan pengembangan sarana pendidikan dan sarana kesehatan, akan membantu peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat setempat. Termanfaatkannya lahan ”tidur” menjadi areal produktif yang diiringi dengan berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin lancarnya aksesibilitas akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang. Pemilihan lokasi proyek yang tidak memperhatikan status hukum atas tanah yang akan digunakan untuk usaha perkebunan akan mengakibatkan terjadinya kekeliruan penggunaan lahan dan dapat menimbulkan kesalahpahaman dan protes dari warga setempat sehingga kegiatan usaha tidak berjalan lancar. Penggunaan pestisida/obat-oabatan kimia memang dapat mengendalikan serangan hama dan penyakit secara cepat, namun dapat menimbulkan pencemaran lingkungan bila tidak digunakan dengan bijaksana. Penggunaan pestisida berlebihan dapat membunuh musuhmusuh alami hama/penyakit yang bersangkutan, membunuh hewan-hewan lain yang membantu penyerbukan bunga, berbahaya bagi kesehatan pengguna pestisida, bahkan dapat meluas pada konsumen yang mengkonsumsi produk kakao tersebut. Dalam pembukaan lahan baru untuk perkebunan kakao hendaklah memperhatikan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan). Hal – hal yang harus dilakukan antara lain, identifikasi permasalahan lingkungan, yaitu telaah ”holistik” terhadap seluruh komponen lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat pengembangan proyek ini, seperti perubahan tata guna lahan, iklim mikro, tanah, vegetasi, satwa, hama dan penyakit, sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan, dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA http%3A%2F%2Fregionalinvestment.com%2Fsipid%2Fid%2Fuserfiles%2Fkomoditi%2F3%2Fkakao_kajian pasar dan peluang investasi.pdf&rct=j&q=kajian pasar dan peluang investasi +kakao&ei=76OTS5TaHIf tAOFmYX9Aw&usg=AFQjCNGts5PTYy2vdxslva33tcEDkATkPw http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=20210&idrb=41701 akses 14 maret 2010 11.00 wib http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=20208&idrb=41701 akses 14 maret 2010 12.30 wib

1 komentar:

  1. Bigprofitbuzz, stock tips, share tips, technical analysis of stocks, share market tips, share, stock INTRADAY STOCK TIPS, INDIAmarket, share trading tips, stock market tips, stock trading tips, stocks, shares, investing, free tips, free stock tips, share market trading, stock market trading, Nse and Bse. BIGPROFITBUZZ TEAM

    BalasHapus

Proudly Powered by Blogger.